Nasional RAKERNAS LPBHNU

Gus Yahya Tegaskan NU Harus Jadi Sistem Pemerintahan yang Melayani Warga

Selasa, 27 Desember 2022 | 06:20 WIB

Gus Yahya Tegaskan NU Harus Jadi Sistem Pemerintahan yang Melayani Warga

Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) di Hotel Acacia Jakarta, pada Senin (26/12/2022). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa organisasi NU harus menjadi sistem pemerintahan. Ia kemudian menyebutkan beberapa fungsi pemerintah yang bisa dijalankan oleh NU. 


Pertama, pemerintah berfungsi menyediakan layanan kepada warga. Kedua, memobilisasi sumber daya untuk diredistribusikan kepada warga. Ketiga, menetapkan regulasi supaya akses-akses sumber daya bisa dikuasai oleh negara, sehingga negara boleh melakukan paksa fisik serta memiliki polisi dan tentara.


 "Walaupun tidak sepenuhnya, tapi sampai kapasitas tertentu, NU bisa menyediakan layanan untuk warganya, terutama untuk hajat-hajat terkait dengan keagamaan," tutur Gus Yahya. 


Hal tersebut diungkapkan saat menghadiri Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) di Hotel Acacia Jakarta, pada Senin (26/12/2022).


"NU juga bisa melakukan mobilisasi sumber daya-sumber daya. NU punya sumber daya yang besar cuma belum terkonsolidasikan, padahal kita bisa memobilisasi sumber daya ini, tapi sumber daya ini harus diresditribusikan untuk kepentingan warga," ujarnya.


Sebagai organisasi, lanjut Gus Yahya, NU juga bisa membuat regulasi-regulasi supaya warga bisa mengakses sumber daya yang dikelola itu secara adil dan transparan.


Meski begitu, Gus Yahya menjelaskan bahwa NU tidak bisa menjalankan fungsi wewenang paksa fisik, sebagaimana pemerintahan negara.


Ia menyebut pasukan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) pun tidak bisa dinegerikan seperti tentara atau polisi. Sebab Banser merupakan tenaga sukarela untuk membantu masyarakat dalam berbagai keadaan. 


"NU tidak punya wewenang untuk menjalankan paksa fisik, maka semuanya tetap harus di bawah kerangka aturan sistem hukum negara," jelas Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.


Gus Yahya mengingatkan bahwa dalam melakukan kerja-kerja keorganisasian, tidak perlu berambisi untuk menyelesaikan semuanya sekaligus. Sebab yang terpenting harus dilakukan adalah menggulirkan proses. 


"Kita berupaya supaya proses ini bergulir sehingga nanti berujung pada penyempurnaan terus-menerus," kata Gus Yahya.


Pemerintahan NU

Gus Yahya dalam buku Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama (2020: 108-109) menjelaskan tentang gagasannya saat menjalankan organisasi NU dengan fungsi atau sistem pemerintahan.


Ia menulis bahwa eksekusi program menuntut konsolidasi organisasi secara menyeluruh ke dalam format manajemen yang terpadu. Keseluruhan struktur kepengurusan, dari PBNU hingga ke ranting-ranting, dari jajaran pengurus harian hingga lembaga-lembaga dan badan otonom, harus dioperasikan dalam satu kerangka strategi yang utuh. 


Setiap aktivitas dari bagian organisasi yang mana pun tidak boleh terpisah dari aktivitas bagian lainnya atau terlepas dari kerangka strategi keseluruhan, nasional, dan internasional. Organisasi menjadi satu sistem yang utuh. 


Dalam praktiknya, cara kerja kepengurusan NU akan menyerupai cara kerja pemerintahan. PBNU bekerja laksana kabinet pemerintahan pusat, PWNU laksana pemerintah propinsi, PCNU pemerintah kabupaten/kota, dan seterusnya. Lembaga-lembaga berfungsi laksana birokrasi kementerian dengan rentang kendali yang tidak putus dari pusat ke daerah. 


Dengan demikian, ujung tombak pelaksanaan program adalah PCNU, dengan PBNU memegang kendali pusat dan PWNU melakukan koordinasi kewilayahan. 


Gus Yahya pun mengingatkan bahwa eksekusi program sebagai strategi untuk mencapai sasaran-sasaran nasional dan internasional harus memperhatikan kekhasan potensi, keluasan dan keterbatasan dari masing-masing daerah atau pengurus cabang-nya. 


Sebagai contoh, pembentukan lembaga-lembaga tidak perlu sama jenis dan jumlahnya antara satu pengurus cabang dengan pengurus cabang lainnya. 


Pelaksanaan program akan jelas mewujud ke dalam rincian tugas-tugas spesifik yang menuntut kapasitas spesifik dari setiap personil pengampunya. Maka pemilihan dan penunjukan personalia pengurus harus didasarkan pada kualifikasi yang dibutuhkan.


Personalia PBNU, misalnya, harus memiliki kecakapan untuk mengelola instrumen-instrumen strategi secara nasional. Singkatnya, memiliki kecakapan bertaraf menteri kabinet dalam pemerintahan negara. 


Sementara PWNU bertaraf pemerintah provinsi, sedangkan PCNU bertaraf pemerintah kabupaten/kota, dan seterusnya. 


Dalam mewujudkan cita-cita menjadikan organisasi NU yang bekerja laksana pemerintahan itu, Gus Yahya mengajak sejumlah tokoh NU yang pernah atau masih aktif bekerja di pemrintahan untuk menjadi pengurus di PBNU. Mereka diminta untuk membantu agar NU bisa benar-benar bekerja seperti pemerintahan dengan fungsi-fungsi pelayanannya. 


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan