Hukum dan Tata Cara Shalat Sunnah pada Malam Nisfu Syaban
Kamis, 13 Februari 2025 | 10:00 WIB
Afrilia Tristara
Kontributor
Jakarta, NU Online
Shalat nisfu Sya'ban merupakan salah satu amalan sunnah yang dikerjakan pada malam hari tanggal 15 Sya'ban yang pada tahun ini bertepatan dengan hari Kamis malam 13 Februari 2025 mendatang.
Namun, hukum melaksanakan shalat ini masih sering menjadi perdebatan. Terlebih, ada beberapa pendapat yang menyebut shalat sunnah ini sebagai bid'ah karena tidak ada dasar dalil yang kuat dalam penganjurannya.
Melaksanakan shalat sunnah dengan mengkhususkan niat mendirikannya pada malam nisfu Sya'ban hukumnya menjadi perdebatan. Sebagian ulama membolehkannya, tetapi ada juga yang melarangnya. Hal ini mengingat terjadi perselisihan di kalangan para ulama terhadap hadits yang menjadi landasan hukum shalat tersebut.
Dalam artikelnya di NU Online mengutip Ibnu Taimiyah dalam Majemuk Fatawa, Ustadz Yunal Isra bahwa shalat pada malam nisfu Sya'ban merupakan hal yang telah banyak dicontohkan oleh para ulama dan amalan ini memiliki dalil baik dari hadits maupun atsar Sahabat, sehingga tidak perlu diingkari kebolehannya.
Senada, Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin juga menganjurkan shalat nisfu Sya‘ban ini dengan dasar hadits riwayat Al-Hasan sebagaimana dikutip Ustadz Tatam Wijaya dalam artikelnya di NU Online berikut.
Artinya, “Diriwayatkan dari Al-Hasan. Dikatakannya, ‘Telah meriwayatkan kepadaku tiga puluh sahabat Nabi saw. ‘Sungguh orang yang menunaikan shalat ini pada malam ini (nisfu Sya‘ban), maka Allah akan memandangnya sebanyak tujuh puluh kali dan setiap pandangan Dia akan memenuhi tujuh puluh kebutuhan. Sekurang-kurangnya kebutuhan adalah ampunan."
Baca Juga
Begini Cara Peringati Malam Nisfu Syaban
Namun, pentakhrij hadits (peneliti asal usul hadits) kitab Ihya ‘Ulumidddin menyatakan bahwa hadits tentang shalat malam nisfu Sya‘ban ini batil sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-‘Iraqi dari Mazhab Syafi’i.
Sementara hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ‘Ali bin Abi Thalib–yang menyatakan, “Ketika malam pertengahan bulan Sya‘ban, maka bangunlah malam harinya dan berpuasalah di siang harinya,” dianggap bersanad lemah.
Kendati demikian, anjuran untuk menghidupkan malam nisfu Sya‘ban dengan berbagai amalan, termasuk dengan amalan shalat sunnah, telah disebutkan dalam banyak riwayat. Salah satunya riwayat Ibnu Majah berikut.
Artinya, “Jika malam nisfu Sya‘ban datang, maka bangunlah di malam harinya, dan berpuasalah di siang harinya. Sesungguhnya Allah pada malam itu turun ke langit dunia hingga terbit malam hari. Dia berfirman, ‘Ingatlah, adakah yang memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya. Adakah yang memohon rezeki, niscaya Aku akan memberinya. Adakah yang sedang ditimpa ujian, niscaya Aku akan menyelamatkannya. Begitu seterusnya, hingga terbit fajar."
Walau status hadits ini lemah, tetapi banyak riwayat lain yang menguatkannya. Hadits yang menguatkannya antara lain adalah riwayat berikut.
Artinya, “Allah senantiasa memperhatikan makhluk-Nya pada malam nisfu Sya‘ban. Maka Dia akan mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua: hamba yang saling bermusuhan dan yang membunuh,” (HR Ahmad).
Adapun amalan shalat sunnah pada malam nisfu Sya‘ban dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya ‘Ulumiddin. Imam Ghazali juga menjelaskan tata caranya, mulai dari jumlah rakaat hingga bacaannya.
Pertama, dilaksanakan dalam 100 rakaat. Pada setiap rakaat, setelah membaca Surat Al-Fatihah dilanjutkan dengan Surat Al-Ikhlas sebanyak 11 kali. Shalat dilakukan dengan dua rakaat lalu salam (50 kali shalat)
Kedua, dilaksanakan dalam 10 rakaat. Shalat dua rakaat lalu salam (dilakukan berulang 5 kali shalat). Setiap rakaat, setelah Surat Al-Fatihah membaca Surat Al-Ikhlas sebanyak 100 kali.
Sebagaimana tertulis dalam NU Online, Ibnu Taimiyah menyampaikan pendapatnya pada tata cara pelaksanaan shalat Nisfu Sya'ban berjamaah. Pertama, shalat untuk dibiasakan. Shalat jamaah seperti ini sangat dianjurkan dilakukan untuk shalat wajib ataupun sunah seperti shalat yang lima waktu, shalat Jumat, shalat hari raya, shalat gerhana, istisqa’, dan tarawih. Maka shalat-shalat ini sangat dianjurkan untuk dijaga dan dirutinkan.
Kedua, tidak sunnah untuk dibiasakan, seperti berkumpul untuk melakukan shalat sunah secara berjamaah seperti qiyamul lail, membaca Al-Quran, berzikir, dan berdoa secara berjamaah. Namun hal ini tidak masalah jika tidak dijadikan sebagai kebiasaan (rutinitas)."
Sementara itu, Imam Nawawi menyebut shalat nisfu Sya'ban dengan 100 rakaat adalah bid'ah yang diingkari. Hal itu ia jelaskan dalam kitabnya, Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab, sebagaimana dikutip Ustadz Muhammad Zainul Millah dalam artikelnya di NU Online.
Oleh karena itu, Ustadz Zainul menengahi perbedaan pendapat itu dengan solusi tetap melaksanakan shalat, tetapi dengan niat sunnah mutlak. Sebab, menghidupkan malam nisfu Sya'ban merupakan hal yang sangat dianjurkan, termasuk dengan shalat. Karena menurut sebagian ulama, shalat dengan niat nisfu Sya'ban dasarnya lemah, maka shalat sunnah mutlak menjadi alternatif.
"Salah satu solusi bagi yang ingin melaksanakan shalat di malam Nisfu Sya’ban adalah dengan melaksanakan shalat sunah dengan niat sunah mutlak, dan tidak terikat dengan tata cara tertentu yang telah dijelaskan di atas," tulis Pengasuh Pesantren Fathul Ulum Blitar, Jawa Timur itu.
Terpopuler
1
KH Bisri Syansuri (1): Nasab dan Sanad Keilmuan
2
Reshuffle Perdana Kabinet Merah Putih: Brian Yuliarto Jadi Mendiktisaintek Gantikan Satryo Brodjonegoro
3
Tak Ada Respons Istana, Massa Aksi Bertahan hingga Malam
4
Cara Gus Baha Sambut Ramadhan: Perbanyak Ngaji
5
Khutbah Jumat: Marhaban Ramadhan, Raih Maghfirah dan Keberkahan
6
Ribuan Mahasiswa Gelar Aksi Indonesia Gelap di Patung Kuda
Terkini
Lihat Semua