Nasional

Jangan Gunakan Simbol NU di Pilgub Jatim

Jumat, 23 Agustus 2013 | 05:15 WIB

Surabaya, NU Online
Perhelatan pemilihan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur akhir bulan ini hendaknya tidak sampai membawa atribut NU. Hal ini sebagai konsekuensi dari sikap netral NU dalam kegiatan politik praktis.<>

Pesan ini disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj saat berada di Surabaya, Kamis (22/8). Kiai Said hadir dalam acara pelantikan Pengurus Wilayah NU Jawa Timur masa khidmat 2013-2018.

“NU-nya netral tapi kalau warga NU ya harus ikut dan mensukseskan Pilkada,” katanya.  “Tapi jangan menggunakan simbol NU untuk kampanye memenangkan calon gubernur,” tegasnya. 

Dia menjamin organisasinya akan tetap netral dan berharap Pilgub Jatim berjalan lancar sampai selesai nantinya. 

“Saya mendoakan Pilgub Jatim aman, sukses. Yang jadi semoga yang benar-benar diridhoi oleh Allah. Saya yakin semua calon menginginkan Jawa Timur maju, sejahtera dan jaya,” ujarnya.

Terkait merebaknya kampanye hitam (black campaign) dalam Pilgub yang sudah mulai terjadi, Kiai Said menilai hal-hal semacam itu selalu ada. “Dimana-mana dan kapanpun yang namanya black campaign, sms dan surat kaleng akan selalu ada. Ngga usah dianggap pentinglah,” tandasnya.

Ketua PWNU Jatim, KH Hasan Mutawakkil Alallah juga mengingatkan para pengurus dan warga NU untuk turut serta mensukseskan perhelatan pemilihan gubernur tersebut. Namun demikian, Kiai Mutawakkil menandaskan bahwa secara organisasi PWNU Jatim akan menjaga netralitasnya. 

“Ini sebagai manivestasi dari diambilnya keputusan bahwa NU kembali ke Khittah 1926 seperti keputusan Muktamar ke-28 NU di Situbondo,” terangnya.

Namun demikian, NU tetap memberikan panduan kepada warganya untuk memilih dan menggunakan hak konstitusi secara benar dan bertanggung jawab. “Petunjuk itu telah diputuskan pada Muktamar ke-29 di Krapyak yang mengeluarkan sembilan pedoman berpolitik bagi warga NU,” ungkapnya.

Secara khusus, Kiai Mutawakkil membacakan sejumlah butir dari keputusan tertinggi tersebut. Yang menjadi penekanan adalah pada poin pertama, kelima serta ketujuh. 

“Berpolitik bagi Nadlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan norma-norma yang disepakati serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah tersebut,” kata Kiai Mutawakkil.

Karena itu Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo ini menandaskan sembari mengutip butir ketujuh dari keputusan tersebut yakni, “Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah-belah persatuan,” katanya.



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Syaifullah