Nasional

Kemajemukan Bangsa Tidak Bisa Ditolak

Rabu, 15 Agustus 2012 | 07:30 WIB

Jakarta, NU Online
Menjadi bangsa yang majemuk adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari oleh masyarakat Tanah Air. Kemajemukan adalah sunnatullah (hukum Allah). Sebagai petunjuk bagi semua manusia, Al-Qur’an mengajarkan sikap hidup yang positif mengahadapi kenyataan ini.
<>“Al-Qur’an memberi petunjuk lakum diinukum waliyadin (bagimu agamamu, bagiku agamaku),” terang Rais Syuriyah PBNU KH Ali Mustofa Yakub, Selasa (14/8) malam, di Jakarta. 

“Orang nonmuslim bebas menjalankan agamanya sesuai petunjuk-petunjuk agamanya dan orang muslim tak boleh merasa tersinggung dan terganggu. Begitu juga, orang muslim bebas menjalankan agamanya dan orang nonmuslim tak boleh merasa tersinggung dan terganggu,” tuturnya seperti disiarkan sebuah stasiun televisi swasta.

Imam Besar Masjid Istiqlal ini berpendapat, gagasan Presiden Soekarno membangun Masjid Istiqlal di seberang barat Gereja Katedral Jakarta bukan tanpa alasan. Ia hendak menyadarkan bahwa kemajemukan dalam bangsa ini merupakan sebuah keniscayaan.

Mustofa menceritakan, ketika sembahyang duhur, jamaah Masjid Istiqlal tak jarang mendengar dentang lonceng dari tetangganya itu. Peristiwa sejenis pun terjadi, pihak gereja tak luput dari gema azan yang keluar dari pengeras suara masjid milik negara ini.

Menurutnya, tak ada masalah serius dalam keberagaman ini. Justru ini bukti bahwa Indonesia termasuk bangsa yang toleran. “Kalau kita tidak mau denger lonceng, ya hidup di hutan sana.” tegasnya.

Redaktur : Hamzah Sahal
Penulis    : Mahbib Khoiron