Nasional ISOMIL

Kesan Wartawan Non-Muslim Asal Malaysia tentang NU

Rabu, 11 Mei 2016 | 01:02 WIB

Jakarta, NU Online
Di sela-sela perhelatan International Summit of Moderate Islamic Leaders (Isomil), Amy Chew wartawan asal Malaysia, menceritakan kesan dan pengalamannya kepada NU Online, tentang kehidupan umat Islam, khususnya NU, di Indonesia.

ā€œSaya pertama kali datang ke Indonesia tahun 1998. Saya sampai ke Jakarta 6 minggu sebelum Pak Harto (Presiden Soeharto) lengser. Jadi saya waktu itu banyak meliput aksi demonstrasi setiap harinya,ā€ papar Amy memulai ceritanya, Selasa (10/5), di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta.

Amy yang saat itu menjadi wartawan Reuters meneruskan, suatu hari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menggelar istighotsah di Istora Senayan. Teman-teman Amy memintanya agar berangkat pagi-pagi, karena massa Gus Dur sangat besar.

Amy sampai di lokasi 45 menit sebelum acara. Waktu itu Istora Gelora Bung Karno (dulu bernama Istora Senayan) sudah dipadati warga, keadaan pun susah untuk dilewati.

ā€œSaya sampai mencopot sandal ketika jalan,ā€ tutur perempuan ini dengan wajah berbinar-binar mengingat semua pengalamannya.

Amy sebenarnya belum tahu sosok Gus Dur seperti apa dan belum mengenal secara dekat. Informasi tentang Gus Dur Amy dapatkanĀ  dari membaca surat kabar.

Amy melihat sajadah-sajadahĀ  peserta istighotsah sudah terhampar di tanah. Orang-orang itu sangat ramah dan menerima Amy dengan mengatakan, ā€œSilakan silakan.ā€

Keramahan itu membuat Amy sangat tersentuh. Sampai ketika akhirnya Amy bertemu Gus Dur di atas panggung, Amy sungguh terharu.

Menurut Amy, bagaimana sosok pemimpin bisa dinilai dari warganya. Amy mendapati warga NU sangat ramah dan sangat inklusif. Mulai dari situ Amy, tahu. ā€œOh, ini yang namanya Gus Dur.ā€

Amy tinggal di Indonesia selama 12,5 tahun. Ia sering meliput acara Gus Dur, dan mendengar pidato Gus Dur. Dari situ ia semakin mengenal Gus Dur dan NU.Ā  Menurutnya, cara NU dalam beragama sungguh indah.

ā€œBuat saya walau saya nonmuslim, cara NU beragama mencerminkan asas nilai-nilai agama Islam yang ramah dan inklusif, penuh kepedulian terhadap orang lain,Ā  bersikap baik walaupun kepada warga nonmuslim,ā€ kata Amy.

Gus Dur turun langsung ke lapangan atau mengerahkan Banser untuk membantu warga nonmuslim dalam kesusahan atau dalam keadaan terancam, misalnya setelah aksi pengeboman gereja pada Natal tahun 2000.

ā€œSaya masih ingat Gus Dur mengerahkan Banser untuk mengamankan gereja. Saya rasa sampai hari ini pun NU seperti itu, semua orang bisa berpartisipasi dan kehidupan beragama dan kehidupan Islam menjunjung tinggiĀ  nilai kekeluargaan, kemasyarakatan, dan persahabatan. Ini bukan hal yang saya baca, tapi sesuatu yang saya alami sendiri.ā€

Itu sebabnya jikaĀ  ada orang bertanya tentang NU, Amy menjawab bahwa NU bukan untuk dipelajari, tapi untuk dialami.

Ketika ditanya kesannya sebagai warga Malaysia bila NU hadir di sana, misalnya melalui Muslimat NU seperti yang sudah berjalan beberapa waktu, Amy merasa sangat senang mendengarnya.

ā€œSaya menyambut kehadiran NU dengan baik karena NU membantu memperkaya Islam, IslamĀ  Nusantara yang amat ramah dan inklusif mencakup nilai-nilai yang ada di Nusantara. Saya menyambut kehadiran NU diĀ  Malaysia,ā€ paparnya. (Kendi Setiawan/Mahbib)