NU Jakarta, Online
Ketua PBNU Bidang Hukum, H Robikin Emhas mengatakan bahwa lahirnya PP 43/2018 yang mengatur peran serta masyarakat dalam mengungkap kasus korupsi merupakan angin segar bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ia mengatakan, aturan ini merupakan ‘sesuatu yang patut dipuji’ karena menunjukkan tingginya komitmen pemerintahan terhadap pemberantasan korupsi.
“Dengan lahirnya PP 43/2018 diharapkan masyarakat tidak ragu untuk berperan aktif mengungkapkan kasus korupsi yang hingga kini masih dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) ini,” kata Robikin pada NU Online, Rabu (10/10).
Korupsi, bagi Robikin merupakan salah satu penyebab rusaknya perekonomian bangsa dan negara, di saat yang bersamaan ini juga merusak sendi-sendi keberadaban suatu bangsa. “Korupsi menyengsarakan warga. Korupsi melemahkan daya saing negara,” lanjut.
Namun demikian, ia mengingatkan agar pengungkapan kasus korupsi harus dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang belaku yakni, diungkapkan dan disampaikan kepada aparat penegak hukum yang diberi kewenangan.
“Meskipun korupsi merupakan extraordinary crime, hindarkan kemungkinan terjadinya trial by the press. Tidak boleh atas nama peran serta masyarakat dalam memberantas korupsi lalu secara serampangan mengungkap kasus korupsi di laman sosial media atau di wilayah publik lainnya,” katanya.
Karena betapa pun seseorang yakin dengan informasi dan alat bukti yang dimiliki, lanjutnya, masih memerlukan klarifikasi lebih kanjut oleh penyelidik atau penyidik. Pengungkapan kasus korupsi secara serampangan dapat berdampak buruk bagi seseorang dan keluarga yang belum tentu bersalah.
Selain itu, dalam negara yang beradab, praduga tak bersalah (presumption of innocence) dalam penegakan hukum (law enforcement) harus tetap dijunjung tinggi. (Ahmad Rozali)