Nasional

PBNU Sarankan Subsidi Silang BPJS dari Sektor Lain

Rabu, 13 November 2019 | 14:15 WIB

PBNU Sarankan Subsidi Silang BPJS dari Sektor Lain

Ketua PBNU H Syahrizal Syarif (Foto: NU Online/A Rahman Ahdori)

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merespons polemik kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang mendapat penolakan dari masyarakat sejak dua bulan lalu. PBNU menilai kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS bukanlah langkah yang bijaksana terutama untuk kelas III.

"Kita sudah mendengar bahwa pemerintah akan menaikkan semua kelas, kelas I, II, dan III, seratus persen dari tarif iuran itu, premi iuran semula. Kami semua (PBNU) menganggap bahwa hal ini akan sangat memberatkan masyarakat. Walaupun kami menyadari bahwa defisit yang harus ditanggung pemerintah terkait penyelenggarakaan BPJS itu cukup besar, tapi kami memandang bahwa langkah menaikkan tarif tersebut bukanlah langkah yang bijaksana terututama untuk iuran mandiri kelas III," kata Ketua PBNU H Syahrizal Syah ditemui di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (13/11) malam. 

H Syahrizal menilai kebijakan tersebut menimbulkan pertanyaan, sebab untuk meningkatkan pelayanan sebenarnya tidak terkait iuran. Kebijakan menaikkan iuran BPJS, lanjutnya, hanya akan memperberat masyarakat kelas III. 
 
"Oleh sebab itu kami melihat bahwa persoalan BPJS itu tidak hanya sekadar iuran, dan sebetulnya tugas pemerintah-lah untuk memberikan penyelenggaraan kesehatan bagi masyarakat maupun upaya untuk memberikan pembiayaan," tuturnya.
 
Pihaknya berharap kebijaksanaan pemerintah dalam meng-cover pembiayaan defisit anggaran di BPJS dengan tidak menaikkan iuran BPJS kelas III. Sebab, selama ini kebijakan serupa oleh pemerintah seperti BBM dinikmati oleh kalangan menengah ke atas, bukan kalangan bawah.  
 
Ia juga menyarankan pemerintah meng-cover defisit BPJS Kesehatan oleh keuntungan pajak rokok, mengingat keuntungannya masih sangat tinggi. 
 
"Bahwa pajak rokok itu menjadi tulang punggung pemasukan pajak pemerintah. Kita tahu dengan kenaikan itu nantinya pemerintah akan mendapat paling tidak 123 trilliun per tahun minimal untuk kenaikan seperti ini. Alangkah baiknya kalau pemerintah mengalokasikan. Jadi ada cara pandang yang pro rakyat, pajak rokok ini diberikan ke kekurangan defisit BPJS," ucapnya. 
 
Seperti diketahui, Pemerintah Pusat melalui Peraturan Presiden No 75 tahun 2019 resmi menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar seratus persen. Aturan itu berlaku untuk semua peserta BPJS Kesehatan baik peserta bukan penerima upah maupun peserta bukan pekerja. 

Aturan kenaikan yang diteken Presiden Joko Widodo pada Kamis (24/10) tersebut merupakan perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Besaran iuran yang harus dibayar masyarakat antara lain Rp42.000 per bulan untuk kelas III, Rp110.000 per bulan untuk kelas II, dan Rp160.000 per bulan untuk kelas I. 
 
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto berencana melakukan subsidi untuk peserta BPJS Kesehatan  kelas III. Saat ini, pihaknya masih melakukan koordinasi dengan beberapa kementerian terkait termasuk dengan Presiden Joko Widodo. 
 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan