Nasional MUNAS KONBES NU 2023

Relasi Ideal Ulama-Umara dalam Kondisi Politik Tak Stabil Jadi Sorotan di Munas NU 2023

Senin, 18 September 2023 | 08:00 WIB

Relasi Ideal Ulama-Umara dalam Kondisi Politik Tak Stabil Jadi Sorotan di Munas NU 2023

Anggota Komisi Maudluiyah Aniq Nawawi saat menyampaikan materi pada Pra Munas Konbes NU 2023 di Jakarta Selasa (12/9/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Relasi ideal antara ulama dan umara dalam kondisi politik yang tak stabil akan menjadi sorotan di agenda Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama 2023. Pembahasan soal relasi ideal ulama-umara itu secara khusus akan dibahas di Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah. 


Anggota Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah Munas NU 2023 Aniq Nawawi mengatakan, di dalam pembahasan relasi ulama-umara ini tidak akan ada lagi pembahasan mengenai hukum kedua pihak tersebut menjalin hubungan. 


"Kita memang tidak berbicara lagi boleh atau tidak ulama dekat dengan umara. Kalau jawabannya boleh atau enggak nanti akan ada perbedaan pendapat," ucap Aniq kepada NU Online di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Ahad (17/9/2023) malam. 


Pada pembahasan soal relasi ulama-umara ini, Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah memberikan dhawabith atau batasan masalah berupa al-muawanah ala tahqiqil 'adalah asy-syamilah. Artinya, ulama dan umara bekerja sama di dalam merealisasikan keadilan.


Menurut Aniq, kerja sama mewujudkan keadilan itu biasanya akan terjadi saat kondisi politik di dalam negeri stabil. Ulama dan umara terdahulu pun telah memberikan teladan membangun relasi yang baik. 


"Imam Syafi'i dekat dengan Harun Ar-Rasyid, Umar bin Abdul Aziz dekat dengan ulama-ulama. Jadi sejak dulu ulama dan umara punya relasi yang cukup baik, terutama saat kondisi politiknya stabil," kata Aniq. 


Namun bagaimana relasi ideal saat kondisi politik tidak stabil? Pertanyaan inilah yang akan diberikan kepada para anggota sidang Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah Munas NU 2023. 


"Saat kondisi politik tidak stabil, terkadang ada jarak antara ulama dengan umara. Misalnya pada saat zamannya Imam Ahmad bin Hanbal, yang antara beliau dengan khalifah Abbasiyah yang waktu itu mendukung Muktazilah ada kerenggangan. Di Indonesia misalnya, kita bisa saksikan antara kiai-kiai kubu Pangeran Diponegoro dengan Kesultanan/Kraton pada saat itu," jelas Aniq. 


Situasi politik yang tak stabil, lanjut Aniq, terkadang menjadi penyebab terjadinya kerenggangan antara ulama dan umara. Sejumlah pertanyaan pun diajukan untuk dibahas dan dijawab. 


"Saat terjadi kerenggangan, apa relasi yang idealnya? Saat kondisi politik stabil relasi idealnya bagaimana? Saat kondisi renggang relasi idealnya bagaimana? Saat pemerintahnya adil relasi idelanya bagaimana? Saat pemerintahnya zalim relasi idealnya bagaimana?" demikian beberapa pertanyaan yang akan diajukan dalam forum sidang komisi. 


Menurut Aniq, perdebatan di dalam pembahasan mengenai topik relasi ulama-umara ini akan lebih sedikit jika dibandingkan dengan pembahasan soal konsep al-i'anah alal ma'shiyah.