Nasional

Stok Dalam Negeri Melimpah, Tak Perlu Impor Beras

Selasa, 23 Oktober 2018 | 15:25 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengapresiasi langkah pemerintah yang melakukan pemutakhiran data produksi beras. Menurutnya perbaikan data, akan memperbaiki pula kebijakan yang berdasar pada data tersebut.

Sebelumnya Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data produksi beras yang terbaru dengan menggunakan metode Kerangka Sampling Area (KSA). Metode tersebut mulai digunakan sejak Januari 2018 untuk memperbaiki data produksi padi.

Hasilnya, berdasarkan rilis BPS terkoreksi data pangan yakni luas baku sawah yang berkurang dari 7,75 juta hektar tahun 2013 menjadi 7,1 juta hektar tahun 2018. Sementara potensi luas panen tahun 2018 mencapai 10,9 juta hektar, produksi 56,54 juta ton gabah kering giling atau setara 32,42 juta ton beras dan konsumsi sebesar 29,50 juta ton. Dengan demikian, Indonesia disebut mengalami surplus beras 29,50 juta ton selama 2018.

Berdasarkan data BPS tersebut, Henry mengatakan bahwa impor beras tak perlu dilakukan oleh pemerintah. Alasannya, selain karena beras produksi dalam negeri telah terbukti melimpah, juga karena impor beras beerpeluang besar membuat harga beras lokal turun dan pada akhirnya akan mengancam nasib para petani.

“Jika kebijakan yang dikeluarkan (dari data yang tidak akurat) menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti impor beras, maka berpotensi menyengsarakan banyak orang,” ujar Hendri di Jakarta, Selasa (23/10).

Oleh karena itu, menurutnya, data terbaru pemerintah semestinya dijadikan membuat kebijakan baru yang lebih baik dan berpihak kepada rakyat, termasuk petani.

Sementara itu, ekonom senior Universitas Indonesia, Rizal Ramli di sela-sela diskusi impor pangan menuding bahwa impor beras yang dilakukan tahun ini didasari atas kelangkaan beras yang dibuat-buat. 

“Sebab, dalam kenyataannya, beras dalam keadaan cukup. Kalau kelangkaan yang benar, itu baru kita boleh impor. Tapi, ini direkayasa. Kebutuhan impornya ini karena emang pejabat doyan banget impor," tegasnya, Senin (22/10),

Menurut Rizal Ramli, impor beras tersebut menyebabkan petani kehilangan keuntungan yang seharusnya diperoleh setelah panen. Hal itu disebabkan karena harga beras menjadi turun drastis akibat membanjirnya beras impor di pasaran.

“Kebijakan impor di waktu panen ini sadis sekali. Petani pada mau panen ada impor, akhirnya pada ‘nangis’ semua. Jadi, kalau saya sebut itu sebagai adiktif impor atau kecanduan impor," pungkasnya. (Red: Ahmad Rozali)