Nasional HARLAH KE-93 NU

Tantangan Dakwah NU terhadap Generasi Milenial

Selasa, 22 Januari 2019 | 09:30 WIB

Tantangan Dakwah NU terhadap Generasi Milenial

Fariz Alniezar (Dok. TV9 Nusantara)

Jakarta, NU Online
Koordinator Tim NU Milenial Fariz Alniezar menegaskan bahwa generasi milenial merupakan salah satu isu penting. Sebab bukan saja menyangkut jumlahnya yang cukup besar. Namun lebih dari itu generasi ini memiliki watak, ciri, dan karakter yang berbeda.

Menurutnya, tentu saja serangkaian watak, ciri, dan karakter itu membentuk ‘semangat zaman’ yang baru dan sama sekali berbeda dengan zaman-zaman sebelumnya.

“Di sinilah letak tantangan NU, yakni beradaptasi dengan zaman,” jelas Fariz saat dihubungi, Selasa (22/1) menaggapi tantangan NU menjelang usianya yang ke-93 tahun pada 31 Januari 2019.

Ia menegaskan bahwa kunci tantangannya ada pada masalah adaptasi. Dalam hal ini, menurutnya, NU memiliki sejarah panjang dan terbukti selama ini piawai dalam meneysuaikan diri dengan tuntutan zaman. 

Penulis buku Muslim Pentol Korek ini mengatakan, wahana dakwah sudah berubah, dari yang konvensional ke digital. Di antara ormas-ormas lain yang konsen di bidang dakwah, NU memang sudah memulai upaya migrasi gaya dan cara dakwahnya.

Dalam persoalan dakwah tersebut menurutnya, NU sejauh ini sudah cukup baik. Namun, lanjut Fariz, penting untuk dicatat harus terus ada upaya inovatif dalam menciptakan konten-konten dakwah yang menarik dan kekinian.

“Salah satunya menangkap semangat kalangan milenial urban yang cenderung menggandrungi cara berislam yang ‘prasmanan’ praktis dan instan,” tandas Dosen UNUSIA Jakarta ini.

Sebelumnya, Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan, tantangan penting NU hari ini dan ke depan pertama ialah soal perubahan gaya hidup umat beragama dan pemahaman terhadap agama itu sendiri.

“Banyak cara-cara dakwah NU yang mulai tidak relevan dengan gaya hidup masyarakat, khususnya masyarakat urban,” ujar Zastrouw.

Kondisi ini, menurutnya, dimanfaatkan oleh kelompok formalis-simbolis dengan membuat format gaya hidup keagamaan yang sesuai dengan budaya kaum urban.

Setelah tertarik pada gaya hidup keagamaan, maka kaum formalis-simbolik menanamkan paham keagamaan yang juga simbolik-formal yang kadang tidak sesuai dengan hakam keagamaan NU. 

“Akibatnya cara hidup beragama dan pemahaman agama model NU menjadi tersingkir karena dianggap tidak menarik. Inilah tantangan NU ke depan,” tegas Ketua Lesbumi PBNU 2010-2015 ini. (Fathoni)