Nasional

Toleransi Jadi Daya Tarik Peserta Ikut Program Sabang Merauke

Sabtu, 13 Juli 2019 | 09:00 WIB

Toleransi Jadi Daya Tarik Peserta Ikut Program Sabang Merauke

Ilustrasi: @sabangmeraukeid

Jakarta, NU Online
Ketertarikan Citra Fitri Agustina pada program Sabang Merauke (SM) sudah sejak dulu kali pertama melihatnya di sebuah program galawicara di stasiun televisi. Toleransi menjadi titik ketertarikannya pada program yang melibatkan kakak, adik dan keluarga dengan latar belakang yang berbeda itu. Pasalnya, toleransi dan moderatisme menjadi prinsip dalam organisasi yang diikutinya, Nahdlatul Ulama.

“Menarik toleransi, sama dengan ruhnya NU yang moderat,” kata Sekretaris Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu saat berkunjung ke kantor redaksi NU Online di Gedung PBNU lantai 5, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Kamis (11/7).

Sebagai seorang yang sudah berkeluarga, ia sejak itu berkeinginan untuk terlibat sebagai keluarganya dan mengasuh kakak adik yang berasal dari daerah dan agama yang tidak sama. Meskipun demikian, ia mengurungkan niatnya itu sampai tiba terlaksananya pada tahun 2019. Pasalnya, di tahun ini, selain memiliki waktu yang lebih leluasa, di rumahnya ia juga memiliki kamar kosong. Tentu saja pendaftarannya pada program tersebut atas izin keluarganya.

“Tanya dulu dengan suami yaudah gapapa. Sekarang baru punya waktu, ada kamar kosong pula,” ceritanya.

Selain itu, melalui program tersebut, ia juga tentu ingin belajar lebih banyak lagi tentang arti toleransi sebenarnya. “Kita juga mau belajar lebih. Familinya juga belajar,” katanya.

Dalam program tersebut, Citra berkewajiban menyediakan tempat, memberikan makan, dan memastikan anak asuhnya itu membawa segala peralatan yang dibutuhkan dalam setiap kegiatan di berbagai tempat di Jakarta.

“Kewajiban yang kami lakukan itu pasti memberikan tempat, makan pagi. Terus memastikan sudah membawa segala peralatannya belum. Membicarakan kegiatan hari-hari di setiap malamnya,” katanya.

Hal yang justru mengagetkan muncul dari keluarga sendiri. Keluarga dekat masih menampakkan wajah berbeda ketika Citra mengungkapkan rencananya tersebut.

“Sebetulnya ada hal yang mengagetkan bahwa pendapat kurang toleran kadang datang dari keluarga dekat. Waktu kami menyampaikan sebelum anaknya tiba. Itu langsung menampakkan wajah berbeda,” katanya.

Terlebih saat ia mengantar anak peserta SM tersebut ke gereja. Keluarganya tentu memiliki pandangan yang miring. Untungnya, ia menyiasati dengan tidak sekadar mengantarnya ke gereja, tetapi sembari menunggu anak tersebut beribadah, ia dan keluarganya mengikuti kegiatan Car Free Day atau sembari berjalan-jalan di mol karena lokasi gereja yang berada di dalamnya.

Pandangan stigmatis tidak saja didapat dari keluarganya, tetapi juga dari petugas keamanan di gereja saat ia mencari Yuma, anak SM yang tinggal bersamanya. Menurutnya, mungkin karena melihat dirinya mengenakan jilbab.

Melalui program tersebut, ia mencoba belajar lebih terbuka lagi dengan masyarakat luas dan berbeda latar belakang dengannya. Meskipun sebelumnya ia sudah terbiasa berinteraksi dengan masyarakat yang berbeda, tetapi bagi keluarga dekatnya hal tersebut merupakan baru.

"Harus lebih terbuka melihatnya. Termasuk juga toleransi terhadap orang disabilitas," kata dokter di Rumah Sakit Yarsi, Jakarta itu.

Ia juga mengaku banyak belajar juga dari peserta lain yang disabilitas mengingat peserta tersebut kesulitan untuk naik kendaraan umum. "Mudah-mudahan sih nanti pemerintah dapat memudahkan akses ke kendaraan umum untuk para disabilitas," harapnya.

Sementara itu, adik SM Adhyarisa Manyura Rizharinka mengaku dekat dengan 'ibu' barunya itu. Pasalnya, Citra sebagai orang tua bagi dara yang akan menduduki bangku SMA itu selalu menanyakan kegiatan yang telah dijalani di hari itu.

"Lebih dekat dengan mamah sih. Mamah suka tanya. Kalau sama ayah seringnya dibercandain," ungkap Yuma, sapaan akrab Adhyarisa Manyura Rizharinka.

Adapun kakak SM Septia Febriani pernah miskomunikasi dengan orang tua SM sehingga merasa seperti dimarahi mengingat komunikasi via pesan teks Whatsapp. Meskipun demikian, mereka sudah cair lagi dan bisa ketawa-ketiwi bersama kembali. (Syakir NF/Abdullah Alawi)