Nasional

Wewenang dan Tugas Rais 'Aam PBNU

Selasa, 30 November 2021 | 17:45 WIB

Wewenang dan Tugas Rais 'Aam PBNU

Logo Nahdlatul Ulama. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Istilah rais 'aam digunakan untuk menyebut pemimpin tertinggi di dalam jam’iyah NU. Lengkapnya disebut Rais 'Aam Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Rais 'Aam memiliki fungsi, wewenang, dan tugas dalam jam’iyah.


Dikutip dari Ensiklopedia NU, fungsi rais 'aam adalah sebagai kepala Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwa). Semua keputusannya secara kolektif dalam syuriyah bersifat mengikat dan ditaati. Sementara kewenangan dan tugas Rais 'Aam PBNU diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama (ART) NU hasil Muktamar ke-33 NU Jombang, pada 2015. 


Kewenangan dan tugas Rais 'Aam PBNU

Sebagai pemimpin tertinggi jam’iyah NU, rais 'aam memiliki lima wewenang yang termaktub di dalam ART NU Bab XVIII Pasal 58 ayat 1.

 

Pertama, mengendalikan pelaksanaan kebijakan umum organisasi.

 

Kedua, mewakili PBNU baik keluar maupun ke dalam yang menyangkut urusan keagamaan baik dalam bentuk konsultasi, koordinasi, maupun informasi. 


Ketiga, bersama ketua umum mewakili PBNU dalam hal melakukan tindakan penerimaan, pengalihan, tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang penguasaan atau pengelolaan dan penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan/atau tidak bergerak milik atau yang dikuasai NU dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan oleh muktamar baik di dalam atau di luar pengadilan. 


Keempat, bersama ketua umum menandatangani keputusan-keputusan strategis PBNU.

 

Kelima, bersama ketua umum membatalkan keputusan perangkat organisasi yang bertentangan dengan AD dan ART NU. 


Di ayat berikutnya, masih di bab dan pasal yang sama, rais 'aam memiliki empat tugas.

 

Pertama, mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan muktamar dan kebijakan umum PBNU.

 

Kedua, memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di antara pengurus besar syuriyah. 


Ketiga, bersama ketua umum memimpin pelaksanaan muktamar, musyawarah nasional alim ulama, konferensi besar, rapat kerja, rapat pleno, rapat harian syuriyah dan tanfidziyah. Keempat, memimpin rapat harian syuriyah dan rapat pengurus lengkap syuriyah.


Sejarah posisi Rais 'Aam

Di Ensiklopedia NU disebutkan, posisi rais 'aam dilakukan dengan cara berbeda-beda. Pertama, KH Hasyim Asy’ari pernah menduduki jabatan ini di masa awal dengan sebutan rais akbar dalam sebuah rapat sederhana pada 1926, ketika NU didirikan. 


Kedua, pemilihan lewat muktamar setelah diadakan Kongres NU sampai Muktamar NU di Situbondo pada 1984. Ketiga, pemilihan lewat lembaga Ahlul Halli wal Aqdi di Situbondo untuk memilih KH Achmad Shiddiq sebagai rais 'aam. Keempat, kembali dipilih langsung oleh muktamirin secara aklamasi. 


Mengingat NU merupakan pesantren besar yang meliputi pesantren-pesantren kecil yang dikelola oleh para ulama yang tergabung di NU, maka salah satu konvensi tak tertulis mengenai persyaratan menjadi rais aam adalah memiliki pesantren. Hingga kini, persyaratan itu masih berlaku. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad