Opini

Kematian Yahya Sinwar dan Akhir Perang Gaza?

Kamis, 24 Oktober 2024 | 15:18 WIB

Kematian Yahya Sinwar dan Akhir Perang Gaza?

Pejuang Hamas Yahya Sinwar meninggal dunia

Apakah kematian Sinwar, pemimpin Hamas (16/10/24) akan segera mengakhiri setahun lebih perang Gaza yang mengakibatkan korban kemanusiaan tak terbilang?. Sebagaimana luas diberitakan, pengganti Haniyah yang belum genap tiga bulan ini terbunuh karena serangan tentara Israel. Sinwar diyakini Israel sebagai otak serangan 07 Oktober 2023 yang kemudian memicu perang panjang yang mematikan ini. Ia adalah orang yang paling dicari oleh tentara Israel selama perang itu. 


Ia juga kerap digambarkan sebagai tokoh kunci Hamas yang merintangi proses negosiasi gencatan senjata dan perdamaian. Kini, tokoh yang popular di faksi militer Hamas dan paling dibenci Israel ini sudah meninggal dunia sesuai keinginan yang pernah disampaikannya sendiri, mati saat berjuang.


Respons terhadap kematiannya begitu kontras. Masyarakat Israel merayakannya sebagai bukti kemenangan. Sementara para pendukungnya menahbiskannya sebagai pahlawan besar yang akan dikenang sepanjang zaman. 


Di luar gambaran dan dugaan selama ini bahwa Sinwar bersembunyi dalam bunker-bunker disertai pengawalan pasukan dan perisai sejumlah sandera Israel. Ia ternyata hanya bersama dua orang dengan senjata yang terbatas dan berada di front depan. Mereka dipergoki secara tidak sengaja oleh tentara Israel yang sedang berpatroli. Israel secara militer memang sudah menguasai Gaza. Serangan pun kemudian dilakukan terhadapnya yang menyebabkan kematiannya. 


Atas berita kematiannya, para pendukung kemudian menggambarkannya sebagai contoh hero besar yang memimpin perlawanan di garis depan hingga titik darah penghabisan. Sebaliknya para kritikusnya berusaha memaknai hal itu mencerminkan situasi terakhir Hamas yang sudah sangat terdesak dan kritis di samping tentunya melemparkan beragam makian dan serapah.


Tujuan Plus

Berlanjut atau tidaknya perang tentu lebih banyak bergantung pada pihak Israel. Merekalah yang mengendalikan situasi di Gaza saat ini, bukan Hamas. Sebesar apapun Hamas ingin gencatan senjata, jika Israel tidak menginginkannya, maka itu sangat sulit terwujud. Pernyataan Netanyahu terhadap kematian Sinwar adalah jawaban yang cukup jelas terhadap pertanyaan di awal artikel ini. “Perang akan terus berlanjut”, kata Netanyahu, “sampai seluruh sandera dibebaskan”. 


Misi yang dideklarasikan Netanyahu dari perang yang begitu ganas ini sejak awal memang ada dua, yaitu melenyapkan Hamas dan mengembalikan sandera. Misi pertama dianggap berhasil sebagian dengan hancurnya infrastruktur militer Hamas dan banyaknya kombatan Hamas dari tingkat bawah hingga pucuk pimpinannya yang terbunuh meskipun militer Israel yang tewas dan terluka juga tidak sedikit. Namun, ada misi tambahan dari poin ini yang sepertinya mati-matian diinginkan Netanyahu sekarang, yakni Hamas tidak ada lagi di peta politik Palestina pasca perang, mendorong pemukiman Yahudi di Gaza sebagaimana sebelum 2005, dan memastikan Israel memegang kontrol keamanan secara penuh di Gaza. Mungkin ada agenda tambahan lain yang lebih besar seperti membangun “terusan perariran baru” yang menyaingi Terusan Suez Mesir. Poin ini barangkali terlalu jauh untuk didiskusikan sekarang. 


Tujuan kedua yang dideklarasikan ini adalah pembebasan sandera. Ini adalah poin yang memang jadi kritik dari dalam negeri Israel terhadap pemerintahan Netanyahu. Ia dianggap egois dan hanya mementingkan tujuan pertama tanpa mementingkan tujuan kedua. Berkali-kali kesempatan negosiasi pembebasan sandera terbuka, tetapi ia menolak persyaratan yang diajukan sebab melemahkan tujuan pertama. Israel hanya berhasil membebaskan beberapa gelintir sandera melalui perang dan membebaskan jumlah yang lebih besar melalui negosiasi yang kemudian tidak dilanjutkan. Ia dituduh keluarga sandera “tidak serius” untuk usaha pembebasan sandera ini dan mengorbankan mereka untuk ambisi dirinya.


Netanyahu sepertinya bersikeras memaksakan zero sum game. Ia menolak tegas negosiasi yang sedikit saja memberikan ruang “eksis” bagi Hamas pasca perang. Sikap keras kepala ini tentu berisiko terhadap nyawa para sandera yang tersisa. Sekalipun sudah menguasai Gaza dan menghancurkan banyak infrastruktur militer Hamas, tidak ada jaminan Israel akan mampu mengembalikan sandera dalam keadaan masih hidup, salah satu tujuan perang yang dideklarasikan. 


Karena itu, pasca kematian Sinwar, beberapa pihak termasuk Presiden Biden mendesak Netanyahu untuk bersedia mengambil opsi gencatan senjata demi pembebasan sandera ini. Faktanya, Israel terus menggencarkan perang ini. Korban kemanusiaan rakyat Palestina yang sudah tidak masuk akal lagi masih saja terus bertambah dan sama sekali tak masuk pertimbangan Netanyahu untuk penghentian perang.


Kematian Sinwar dan sejumlah pemimpin Hamas lain jelas tak banyak berpengaruh terhadap kesediaan Israel untuk menghentikan perang. Gelombang suara keras yang bertalu-talu dari dunia juga berlalu begitu saja. Israel tampak tak hanya ingin mewujudkan tujuan yang dideklarasikan itu sejak awal perang secara penuh tetapi sepertinya juga memiliki hidden agenda yang lebih jauh daripada dua tujuan itu. Wallahu a’lam.

 

Ibnu Burdah, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta