Pustaka

Gaya Perjuangan Kiai untuk Kaum Tani

Senin, 16 November 2009 | 00:43 WIB

Judul: Entrepreneur Organik (Rahasia Sukses KH Fuad Affandi Bersama Pesantren dan Tarekat ”Sayuriah”-nya).
Penulis: Faiz Manshur
Kata Pengantar: Dr Bisri Effendy, Prof Dr Sri Edi Swasono, Prof Dr Ahmad Syafii Maarif
Penerbit: Nuansa Cendekia (IKAPI) Bandung, September 2009.
Tebal: 392 Halaman
Harga: Rp 88.000
Peresensi: Adi Maulana

 
Pondok pesantren dan petani sesungguhnya adalah dua elemen yang tumbuh berkembang sejak lama dan terus mengikat. Mayoritas umat Islam itu sendiri adalah kaum tani, sedangkan kaum santri yang mendapat pendidikan dari pesantren juga kebanyakan anak-anak petani. Maka adalah sesuatu yang sangat realistis manakala seorang kiai selaku guru agama sekaligus tokoh kultural di masyarakat setempat menjadi pioner dalam urusan pertanian.<>

Sayangnya, akhir-akhir ini ada sesuatu yang bermasalah dari keduanya. Pesantren yang selama ini dikenal sebagai pendidikan agama tercoreng citranya gara-gara ulah segelintir umat Islam dengan aksi terorisme. Sejarah memang membuktikan pesantren bukan sarang radikalisme, tetapi hanya karena kebetulan ada beberapa santri dan kiai pemilik pesantren yang terlibat terorisme, citra pesantren pun dirusuhi oleh isu tersebut. kedua, dunia pertanian itu sendiri di Indonesia selama ini sangat marjinal dan diterlantarkan. Akibatnya pesona pertanian dijauhi oleh generasi bangsa ini.

Namun di tengah-tengah kenyataan yang buruk-citra tersebut, buku ini sekarang memberikan kesaksian lain tentang kehidupan pesantren, kaum santri, seorang kiai, dan kaum tani. Buku hasil Entrepreneur Organik ini memberikan kesaksian bahwa seorang kiai sejati bukanlah semata ahli agama dan guru mengaji kitab kuning, melainkan juga seorang motivator, otodidak dalam ilmu pengetahuan, pemberdaya, ilmuwan dan seniman sekaligus.

Sang aktor, KH Fuad Affandi, pengasuh Pondok-Pesantren Al-Ittifaq, Dusun Ciburial, Kelurahan Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, oleh Dr Sri Edi Swasono dianggap lokal genius karena kemampuannya memperjuangkan nasib kaum tani; mengentaskan dari kemiskinan ekonomi, mencerdaskan masyarakat dari jurang kebodohan, dan lebih dari itu mampu menjaga lingkungan alam dengan pertanian berparadigma organik.

Istilah Entrepreneur Organik memang lekat dengan pertanian organik, namun yang dimaksud di dalam buku ini ialah, seorang wirausahawan yang memperjuangkan kesejahteraan secara bersama. Ini dibedakan oleh penulisnya dengan entrepreneur (murni) yang hanya mengejar kekayaan pribadi dan juga dibedakan dengan entrepreneur sosial yang memperjuangkan orang lain setelah dirinya meraih sukses.

Entrepreneur Organik, dalam hal ini Fuad Affandi, alumni Pesantren Al-Hidayah Lasem itu adalah seorang usahawan yang merintis usaha pertanian secara bersama, berjuang bersama sejak awal dan meraih kesuksesan besar secara bersama. Kemampuan sang peraih penghargaan Kalpataru 2003 dalam bidang penyelamat lingkungan itu benar-benar spektakuler. Anak-anak terlantar ditampung di pesantren tanpa biaya sepeser pun. Mereka yang diabaikan oleh orangtuanya atau karena nasibnya yang buruk akibat tidak diperhatikan negara mendapat fasilitas sekolah, nyantri dan berwirausaha sejak remaja. Dengan metode pendidikan yang humanis dan memadukan antara teori dan praktik itu, ratusan anak-anak miskin dari berbagai daerah mendapat kesempatan belajar bertani secara baik.

Para petani di sekitar pondok pesantren pun ikut merasakan berkah dari kepemimpinan KH Fuad Affandi karena dengan koperasi pertaniannya, mereka mampu berbudidaya pertanian secara modern dan tidak diterlantarkan pasar bebas. Wajar manakala sepuluh tahun terakhir ini sekarang Pesantren Al-Ittifaq yang terletak di dekat kawasan Wisata Kawah Putih dan Wisata Stroberi Rancabali itu menjadi pusat pelatihan pendidikan pertanian dari berbagai daerah di Indonesia dan sering mendapat kunjungan dari luar negeri.

Buku hasil pergulatan riset lapangan yang ditulis dengan gaya tutur popular ini memang sangat inspirasional. Selain mampu menggambarkan dunia sejati pesantren yang sangat komitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan, kebudayaan dan etos kerja, juga mampu membuktikan bahwa menjadi petani itu tidak identik menjadi miskin. Buku ini juga memberikan jawaban yang tentang beberapa hal, di antaranya, kiat memproduksi pertanian semi-organik, manajemen koperasi untuk kaum tani, strategi pemasaran menembus pasar besar di kota, dan lebih dari itu adalah kemampuan KH Fuad dalam menjawab tantangan dunia pertanian.

* Wirausahawan dalam pengembangan Dinar-Dirham, tinggal di Jakarta