Kolonialisme menjelma dalam bentuk kapitalisme yang mengkampanyekan pasar bebas dan privatisasi aset bangsa dan negara. Hampir seluruh elite politik baik yang ada di legislatif, eksekutif dan yudikatif kompak dalam melayani kepentingan kapital itu ketika mereka melakukan amandemen undang-undang dasar, tidak untuk kepentingan rakyat atau negara tetapi mengabdi pada kepentingan kapital, sehingga pasal-pasal kerakyatan dan kebangsaan disamarkan bahkan hapus.<>
Setelah itu munculnya pasal privatisasi, liberalisasi dan federalisasi yang mengarah pada sparatisme tidak terbendung lagi. Hasil dari kesemuanya itu adalah anarkhi politik, anarkhi ekonomi dan anarkhi sosial. Akibatnya secara bertambah masyarakat, bangsa dan negara mengalami Kemerosotan. Semua mengabdi pada kepentingan sendiri, saling menelikung, saling menipu. Tetapi dalam satau hal mereka kompak, bersama-sama mengeroyok kekayaan negara dan fasilitas rakyat.
Melihat kenyataan itu muncul sekelompok orang yang ingin mengembalikan Indonesai pada posisi awal, kembali ke UUD 1945 yang asli, setelah itu diamandemen lagi secara benar dan prosedural. Dalam arti perubahan konstitusi untuk kepentingan rakyat dan negara dan dilaksanakan berdasar kehendak rakyat (referendum). Tuntutan itu ada yang murni untuk perbaikan, tetapi ada juga yang ingin mengembalikan kekuasaan rezim korup Orde Baru.
Di tengah kritik terhadap amandemen yang kebablasan itu tiba-tiba muncul desakan untuk melakukan amandemen lanjutan atau amandemen ke-5. Ironisnya ini bukan untuk menjawab aspirasi masyarakat untuk menjamin kehidupan lebih tertib, lebih sejahtera dan lebih berdaulat. Sebaliknya, amandemen dilakukan hanya untuk kepentingan sekelompok anggta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar bisa mengimbangi DPR yang menjadi super body dalam politik nasional. Kalau hanya itu pasalnya, maka ketika posisi DPD sudah kuat berarti bukan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat daerah yang mereka wakili, melainkan untuk bertanding dan bersaing dengan DPR dalam merebut aset negara.
Kalau terhadap pasal yang membela rakyat kalanagan DPR malas mendukung, bahkan cenderung mereteli sebelum berjalan. Sebaliknya, mereka secara demonstratif mendukung upaya penguatan DPD. Padahal selama ini dengan alasan tidak punya wewenang DPD tidak membela rakyat daerah yang diwakili. Terbukti sejak lembaga itu dibuat, kesejahteraan rakyat tidak pernah meningkat. Membela secara terbuka pun tidak pernah dilakukan.
Dengan kenyataan ini harapan terhadap kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial sebagaiman dirumuskan dalam Pancasila dan menjadi cita-cita rakyat, masih jauh api dari panggang. Konstitusi sebagai pedoman berbangsa dan berbangsa perlu dirumuskan secara serius dan mendalam. Dan diabdikan untuk kepentingan reakyat dan bangsa. Konstitusi kolonial yang di pasang sebagai jerat penjajahan mestilah dirombak, menuju konsitusi yang mengabdi pada rakyat dan berbakti pada bangsa sendiri. (Mun’im DZ)
Terpopuler
1
Ketum PBNU dan Kepala BGN akan Tanda Tangani Nota Kesepahaman soal MBG pada 31 Januari 2025
2
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
3
Paduan Suara Yayasan Pendidikan Almaarif Singosari Malang Meriahkan Kongres Pendidikan NU 2025
4
Pemerintah Keluarkan Surat Edaran Pembelajaran Siswa Selama Ramadhan 2025
5
Kongres Pendidikan NU 2025 Akan Dihadiri 5 Menteri, Ada Anugerah Pendidikan NU
6
Doa Istikharah agar Dapat Jodoh yang Terbaik
Terkini
Lihat Semua