Belajar dari Konbes NU 2022: Efektivitas, Efisiensi, dan Kualitas Putusan
Ahad, 22 Mei 2022 | 21:15 WIB
Achmad Mukafi Niam
Penulis
Belum sampai enam bulan sejak muktamar ke-34 NU di Lampung, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sudah menggelar konferensi besar (konbes) yang diselenggarakan pada 20-22 Mei 2022 di Jakarta. Permusyawaratan tertinggi setelah muktamar ini menghasilkan 19 Peraturan Organisasi NU yang menjadi panduan dalam pengelolaan perkumpulan dari tingkat Pengurus Besar sampai Anak Ranting.
Pada periode-periode sebelum Covid-19, konbes selalu menjadi acara besar yang menyita energi dan waktu. Lazimnya konbes selalu digabungkan dengan musyawarah alim ulama (munas) NU. Bahkan hal tersebut sampai diatur dalam anggaran rumah tangga (ART) NU minimal diselenggarakan dua kali dalam satu periode kepengurusan. Biasanya konbes diselenggarakan sekitar dua tahun setelah kepengurusan baru atau di tengah-tengah periode kepengurusan.
Konbes menjadi acara besar karena melibatkan banyak pihak dan dipenuhi dengan berbagai rangkaian acara. Ketika lokasinya diputuskan di satu pesantren, maka panitia perlu menyurvei lokasi, memastikan kelayakan penginapan dan infrastruktur lainnya. Jika ada yang perlu dibenahi, maka pengerjaan pun membutuhkan waktu. Dari penetapan lokasi sampai pesantren benar-benar siap dipakai, dibutuhkan waktu beberapa bulan.
Sebagai acara besar, presiden pun datang. Dalam Munas dan Konbes NU 2012 di Cirebon, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hadir. Presiden Joko Widodo pun datang dalam Munas dan Konbes NU 2017 di NTB. Kehadiran orang nomor satu di Indonesia tentu membutuhkan persiapan yang panjang.
Pembukaan acara umumnya diselenggarakan dengan meriah dan melibatkan massa besar. Lalu ada bazar, pameran, dan berbagai acara pendukung lainnya. Ratusan orang terlibat sebagai panitia, baik di tingkat nasional maupun lokal. Semua itu membutuhkan energi besar untuk memastikan kelancarannya.
Inti dari konbes sesungguhnya adalah persidangan yang dilakukan oleh anggota pleno pengurus besar dengan pengurus wilayah NU untuk membahas pelaksanaan keputusan-keputusan muktamar, mengevaluasi perkembangan, dan memutuskan peraturan organisasi. Jika melihat substansinya ini, maka konbes bisa diselenggarakan secara sederhana dan praktis. Pendekatan inilah yang digunakan dalam Konbes NU 2022 yang hanya membutuhkan persiapan pendek, tapi mampu menghasilkan 19 peraturan organisasi.
Perubahan pola pelaksanaan munas dan konbes mulai terjadi setelah munculnya pandemi Covid-19. Konbes NU pada 2020 diselenggarakan secara daring yang menghasilkan keputusan penundaan pelaksanaan muktamar. Konbes NU 2021 yang diselenggarakan di Jakarta juga ringkas. Tak ada pihak luar yang diundang, namun hasil keputusan persidangan merupakan dasar penyelenggaraan muktamar ke-34 NU tahun 2021 di Lampung.
Baca Juga
Apa Perbedaan Munas dan Konbes NU?
Mengingat besarnya tantangan yang dihadapi NU, penyelenggaraan kegiatan-kegiatan NU yang menekankan pada substansi harus terus dikedepankan. Ada banyak persoalan mendasar dan PR yang dihadapi oleh NU seperti masalah pendidikan warga, pengembangan pesantren, ekonomi rakyat, dan lainnya. Jika kegiatan organisasi dapat dilaksanakan dengan lebih efisien, maka sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan oleh lebih banyak warga.
Teknologi juga membantu kerja-kerja organisasi lebih simpel. Banyak hal yang sebelumnya mesti didiskusikan dan dimusyawarahkan dengan tatap muka, kini dapat diselenggarakan secara daring. Kadang persoalannya lebih karena tidak biasa saja. Jika pihak lain dapat melakukan pertemuan daring dengan hasil yang baik, tentunya semua pihak dapat mencapai hal yang sama.
Media sosial juga telah mengubah cara orang berkomunikasi dan berjejaring. Pada masa lalu, sering diselenggarakan pertemuan-pertemuan akbar yang melibatkan massa besar warga NU. Sekali lagi, hal tersebut membutuhkan biaya besar. Perkembangan teknologi media sosial dapat menjadi pilihan untuk menjaga soliditas warga NU dengan biaya yang lebih efisien.
Jika PBNU telah menggunakan pendekatan-pendekatan baru dalam berorganisasi supaya gerak organisasi lebih lincah dan dinamis, sudah sewajarnya lembaga dan badan otonom NU; wilayah dan cabang; serta tingkatan kepengurusan lainnya, melakukan hal yang sama. Mereka yang terus berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan barulah yang dapat bertahan.
Seremoni-seremoni yang kurang substansial dapat dibatasi, bahkan dihilangkan sehingga acara bisa digelar secara efisien dan efektif. Jika diperlukan pertemuan dan rapat lagi, maka para pengurus dapat diundang dengan cepat tanpa perlu pusing memikirkan biaya dan keperluan lain yang biasanya menguras energi. Semakin sering bertemu dan berdiskusi, akan ada ide-ide baru yang dihasilkan untuk menggerakkan organisasi.
Konsolidasi lembaga-lembaga NU di tingkat pusat yang baru dilantik menjelang puasa Ramadhan 1443 H/2022 M dengan lembaga yang sama di daerah yang sebelumnya biasa dilakukan melalui pertemuan fisik, kini dapat dilakukan secara daring. Perangkat dan teknologi telah tersedia, tinggal bagaimana memaksimalkannya.
Yang lebih penting dari berbagai pertemuan dan rapat adalah bagaimana melaksanakan keputusan tersebut. Ini lebih susah lagi karena apa yang terlihat sangat bagus di atas kertas tidak dapat dengan mudah diimplementasikan. Jangan sampai sehabis rapat, hasilnya sekadar menjadi tumpukan dokumen tanpa makna, yang berulang-ulang terus diproduksi tanpa implementasi. NU tetap ada dan dipercaya umat karena layanan dan khidmah kepada mereka. (Achmad Mukafi Ni'am)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
3
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua