Warta

Gizi Buruk Akibat Salah Kelola Kebijakan Pangan

Rabu, 20 Agustus 2008 | 21:16 WIB

Maumere, NU Online
Gizi buruk terjadi bukan hanya disebabkan rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat oleh masyarakat, melainkan adanya pola yang salah dalam mengelola kebijakan pangan dan pertanian.

Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan contoh nyata kekeliruan dari kebijakan pertanian. Pertanian di NTT berorientasi kepada pasar internasional dengan model perkebunan monokultur. Hal ini justru menyebabkan pemenuhan atas pangan lokal terancam.<>

Hal tersebut dikemukakan Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), menjelang acara puncak peringatan perayaan hari ulang tahun SPI di Maumere, NTT, Rabu (20/8).

Hendry menyampaikan, penderita gizi buruk di NTT selalu meningkat tiap tahunnya. Menurut Dinas Kesehatan setempat, pada tahun 2005 terdapat 11.000 kasus gizi buruk. Jumlah ini meningkat hingga 17.000 kasus pada bulan Juli 2006.

Kondisi ini semakin hari semakin buruk saja dimana pada bulan Januari 2008 sudah tercatat 12.818 kasus gizi buruk yang tersebar di 20 Kabupaten. Bahkan sejak Januari sampai 13 Juni 2008, sudah ada 23 balita yang meninggal dunia di NTT akibat gizi buruk.

“Beberapa tahun terakhir telah terbukti ketika tanaman coklat terserang hama dan penyakit. Penduduk yang telah tergantung pada pasokan pangan dari daerah lain menderita kelaparan. Mereka tidak mampu untuk membeli pangan yang tersedia di pasar,” katanya.

Di sisi lain, struktur penguasaan tanah di Indonesia secara umum sangat timpang. Rata-rata petani hanya menguasai 0,3 hektar lahan pertanian. Sedangkan perusahaan-perusahaan besar, lewat Hak Guna Usaha (HGU) bisa menguasai ratusan ribu hektar sendirian.

Akibatnya petani yang ingin memproduksi tanaman pangan tidak mempunyai akses terhadap tanah-tanah pertanian. "Mereka hanya menjadi buruh upahan pada sistem perkebunan. Ketika harga-harga pangan melambung tinggi, petani yang berupah rendah tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan pangannya," katanya. (nam)