Warta

Hasyim: Gempa Jangan Membuat Budaya Yogya "Masuk Angin"

Jumat, 2 Juni 2006 | 04:18 WIB

Bantul, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menghawatirkan musibah gempa bumi yang menimpa Yogyakarta dan Jawa Tengah akan membuka ruang akulturasi yang lebih lebar dan dengan demikian dapat merusak budaya lokal. Hal itu berkaitan dengan kemungkinan datangnya berbagai bantuan mancanegara.

Berbeda dengan beberapa pihak yang menginginkan gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah sebagai bencana nasional, Hasyim berpendapat sebaiknya musibah kali ini ditetapkan sebagai bencana lokal saja. Selain kehawatiran adanya akulturasi yang tak terbendung itu, menurutnya, potensi pemerintah lokal dengan berbagai dukungan yang ada mampu mengatasi musibah ini jika diperankan lebih maksimal.

<>

"Jadi, sama-sama ada plus-minusnya. Jika ini dianggap sebagai bencana nasional otomatis bantuan akan datang dari negara internasional. Tapi minusnya akulturasi akan sangat kencang. Lihat pengalaman di Aceh. Selain itu, akan menyebabkan kita semakin bergantung kepada asing. Jika dianggap sebagai bencana lokal, bantuan luar akan sulit tetapi budaya kita aman," katanya ketika menyerahkan bantuan PBNU ke Posko Tim Solidaritas Kemanusiaan NU di Krapyak, Bantul, yogyakarta, Kamis (1/6) malam.

Menurut Hasyim, sebenarnya pemerintah Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan didukung oleh para relawan dan donatur dalam negeri sebenarnya cukup untuk mengatasi musibah gempa bumi ini secara bertahap. "Problem kita sekarang ini cuma pada persoalan birokrasi dan distribusi," katanya.

Perhatian pada unsur budaya lokal ini, menurut pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur ini menjadi penting mengingat daerah-daerah yang terkena gempa bisa disebut sebagai cagar budaya Indonesia. "Jangan sampai gempa ini menjadikan kebudayaan Yogyakarta masuk angin," tegasnya.

Hasyim bercerita, dirinya mengagumi sosok Mbah Maridjan, salah satu sosok legendaris yang sempat menggegerkan media massa ketika dia naik ke Gunung Merapi pada saat pemerintah dan para ilmuwan mengimbau warga untuk menjauhi Merapi. Ternyata, Mbah Marijan benar, bahwa bencana justru tidak timbul dari Merapi. Menurutnya, Mbah Marijan yang juga salah seorang rais syuriah NU ranting itu adalah sosok tradisional yang harus dihargai dan dilestarikan.

Lebih jauh, Hasyim menambahkan, salah satu penyakit yang harus diobati menyusul musibah gempa bumi ini adalah soal pengobatan mental yang traumatis. Menurutnya, cara-cara modern melalui jalur psikiater tidak cukup untuk mengobati trauma ini. "Psikiater itu sangat terbatas. Cara-cara tradisional seperti suwok (pertabiban dengan ritual tertentu ditambah jampi-jampi dan doa, Red) kalau begitu perlu digalakkan. Nah, NU sangat mengetahui dan kaya dalam urusan ini," katanya. (nam)