Idul Fitri Harus Jadi Sarana Introspeksi Jati Diri Bangsa
Rabu, 1 Oktober 2008 | 01:28 WIB
Bagi bangsa Indonesia, Idul Fitri merupakan momentum penting karena sebagian besar rakyatnya adalah umat Islam. Momentum untuk saling memaafkan itu seharusnya juga menjadi sarana introspeksi atas jati diri sebagai sebuah bangsa.
Ilmu para ulama dan kaum cerdik-pandai, keadilan orang yang memegang kekuasaan, ketertiban ibadah hamba Allah, kejujuran pedagang atau pelaku ekonomi dan kedisiplinan karyawan atau pegawai, dan lain-lain, mesti dievaluasi kembali.<>
Wakil Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sumatera Barat, Tuanku Bagindo Muhammad Letter, mengungkap hal itu dalam khotbah Idul Fitri 1429 H, di Masjid Asra Olo Ladang, Kota Padang, Rabu (1/10).
Ia mempertanyakan, bagaimana nasib umat bila alim-ulamanya bersifat hasad, bila ilmunya dipakai menipu rakyat, ayat-ayat Al Quran dan Hadist Rasulullah ‘dijual’ dengan harga murah untuk memenangkan yang salah, menyalahkan yang benar.
“Bagaimana pula nasib suatu umat bila cerdik-pandai, para pakar dan pengamat tidak memandang ilmunya untuk keselamatan bersama, hanya untuk menghujat dan mencari kesalahan orang, menghalalkan dan melegalisasi korupsi serta kesewenang-wenangan, pemerasan terhadap orang-orang yang lemah,” terangnya.
“Bagaimanakah nasib suatu bangsa bila pemegang kendali kekuasan memandang kedudukan sebagaimana keuntungan yang harus dipertanggungjawabkan tanpa menghiraukan halal-haram, tanpa tanggung jawab dan memandang kekuasaan menurut selera dan kemauan masing-masing,” ia menambahkan.
Tak hanya itu. Bagaimana nasib suatu negara, bila warganya terdiri dari orang-orang yang senang meninggalkan ibadah atau beribadah hanya untuk ditonton orang banyak. Hanya berteriak menyeru Allah bila bertemu dengan musibah atau kesulitan, kemudian bila terlepas dari bencana, lalu melupakan norma-norma hidup dan agama dengan memuja hawa nafsu kembali melalui pelanggaran dan penyimpangan.
“Bagaimana nasib suatu umat saudagar dan pelaku ekonomi kehilangan kejujuran. Bendera-bendera khianat, timbangan sudah menipu, meter pengukurannya sudah mencuri harta benda yang digunakan untuk kesenangan sendiri dengan semboyan, siapa kuat siapa jaya, siapa lemah tetaplah menderita,” kata Muhammad Letter.
Kekuatan hati nurani pribadi bertakwa akan mewujudkan kekuatan hati nurani masyarakat bertakwa. Inilah yang dapat memelihara masyarakat dari proses peluncuran dan krisis moral dan pudarnya rasa malu yang akan menjerumuskan kehidupan bangsa dan negara. (bat)
Terpopuler
1
Khatib Tak Baca Shalawat pada Khutbah Kedua, Sahkah?
2
Masyarakat Adat Jalawastu Brebes, Disebut Sunda Wiwitan dan Baduy-nya Jawa Tengah
3
Meninggal Karena Kecelakaan Lalu Lintas, Apakah Syahid?
4
Wacana AI untuk Anak SD, Praktisi IT dan Siber: Lebih Baik Dimulai saat SMP
5
Jalankan Arahan Prabowo, Menag akan Hemat Anggaran dengan Minimalisasi Perjalanan Dinas
6
Menag Nasaruddin Umar: Agama Terlalu Banyak Dipakai sebagai Stempel Politik
Terkini
Lihat Semua