Warta

Lesbumi Akan Gelar Wayang Kulit Kolaborasi Orkestra

Rabu, 11 Januari 2006 | 12:59 WIB

Jakarta, NU Online
Pagelaran wayang kulit tanpa iringan gamelan dan tembang para sinden, mungkin sulit dibayangkan bentuknya. Apalagi jika gamelan dan tembang para sinden diganti dengan iringan musik orkestra.

Tapi, hal itulah yang akan coba dilakukan oleh Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi). Lembaga kesenian di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) itu bekerjasama dengan Ditjen Kesbangpol Depdagri akan menggelar pertunjukan wayang kulit Sabtu, 14 Januari 2006 mendatang dengan lakon “Semar Nagih Janji”.

<>

Bertindak sebagai dalang pada pertunjukan yang diberi nama Konser Kebangsaan Wayang Simphoni itu adalah Ki Sakirun (Kirun). Pertunjukan tersebut akan dilaksanakan di di Balairung Sapta Pesona, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar), Jl. Merdeka Barat No. 17 Jakarta.

Ketua Lesbumi, Al Zastrouw Ng. mengatakan bahwa pagelaran wayang tersebut merupakan upaya memodifikasi kesenian tradisional yang saat ini sudah tidak lagi diminati orang. “Wayang dianggap ketinggalan jaman. Sekarang tidak banyak orang yang tertarik untuk nonton wayang,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut Zastrouw, modifkasi kesenian tradisional wayang dengan kesenian kontemporer semacam musik orkestra diharapkan dapat memunculkan dayak tarik tersendiri. Dengan demikian upaya mempopulerkan kembali kesenian tradisional bukan suatu hal yang tidak mungkin.

Namun demikian, ia menambahkan bahwa upaya modifikasi pada wayang tersebut bukan berarti meninggalkan tradisi dan pakem yang ada. Hanya saja dimasukkan unsur-unsur kekinian yang ditujukan agar terjadi proses aktualisasi terhadap kondisi jaman, tanpa harus meninggalkan tradisi.

“Pakemnya tetap, hanya saja ditambahi dengan beberapa unsur yang sifatnya kekinian. Dengan demikian, wayang ini akan bisa mengakomodir selera seluruh segmen warga bangsa; tua-muda, atas-bawah, Jawa atau non-Jawa, terang Zastrouw kepada NU Online.

Selain itu, melalui pertunjukan wayang tersebut Zastrouw mengatakan bahwa pihaknya ingin menyampaikan pesan-pesan moral dan kritik sosial yang sifatnya refleksi atas kondisi bangsa saat ini, seperti persoalan politik, ekonomi, sosial, pendidikan hingga bencana alam. Lewat media wayang, menurutnya pesan-pesan seperti itu lebih bisa mengena.

“Kalau mengkritik langsung kan takut ada yang tersinggung. Kalau lewat pertunjukan wayang sepertinya lebih bisa diterima, soalnya kan dikemas dengan hiburan,” terang Zastrouw. (rif)