Warta

Lopis Raksasa Meriahkan "Syawalan" di Pekalongan

Kamis, 9 Oktober 2008 | 08:36 WIB

Pekalongan, NU Online
Anda tahu lopis? Penganan yang terbuat dari beras ketan ditambah parutan kelapa itu cukup populer di kalangan masyarakat Jawa. Jika Anda menyukainya, masyarakat Kota Pekalongan, Jawa Tengah, telah membuatkan dua lopis khusus untuk Anda.

Dikatakan khusus karena berat dan ukurannya tidak seperti lazimnya lopis. Lopis pertama karya masyarakat Krapyak Kidul beratnya 689 kilogram dan tinggi 152 sentimeter, serta lingkaran 248 sentimeter.<>

Lopis lainnya hasil besutan warga Krapyak Lor lebih spesial lagi karena beratnya 1 ton, tinggi 165 sentimeter, dan lingkaran 240 sentimeter.

Lopis raksasa? Ya. Boleh dibilang begitu. Warga kota Batik itu membuatnya khusus untuk memeriahkan perayaan “Syawalan” atau delapan hari setelah Idul Fitri yang jatuh pada Rabu (8/10) kemarin. Tradisi itu disebut-sebut merupakan simbol perekat umat Islam setelah satu bulan menjalankan ibadah puasa.

Di Krapyak Kidul, ratusan pengunjung merangsek maju mendekati lopis yang dibagikan gratis kepada masyarakat. Keruan saja, panitia mengamankan makanan itu agar bisa dibagikan merata pada pengunjung. Banyaknya mengunjung yang berdatangan, membuat lopis raksasa tersebut habis dalam waktu satu jam.

Sebelum dinikmati bersama-sama, lopis raksasa itu dipotong secara simbolis oleh Walikota setempat di halaman Musholla Darunna’im, pukul 08.30 WIB.

Dalam sambutannya, ia mengajak warga agar tradisi lopisan itu dapat dijadikan pemersatu umat. Sebab, dengan tradisi itu, masyarakat bisa menyatu untuk melaksanakan Syawalan sebagai tali silaturrahim di antara warga.

Hadir juga dalam acara itu, Kapolresta AKBP Jan de Fretes, Wakil Walikota Abu Almafachir, Ketua DPRD Salahudin, Dandim Letkol Inf Sapriadi dan Kepala Kantor Pariwisata Doyo Budiwibowo.

KH Zainuddin Ismail, tokoh masyarakat setempat, mengatakan, lopis itu hanya sebagai simbol perekat hubungan antarumat Islam setelah satu bulan menjalankan puasa dan diteruskan Idul Fitri. Ia berharap agar lopis itu tidak dikultuskan seperti dapat menambah rejeki atau lain-lain.

“Sehingga diharapkan pasca ini, antarummat Islam dapat bersatu membangun bangsa melalui caranya masing-masing,” ujar Kiai Zainuddin kepada Kontributor NU Online, Muiz.

Dikatakannya, pembuatan lopis itu merupakan tradisi turun temurun yang hingga kini masih dilestarikan. Jika dahulu hanya dibuat secara sederhana sekaligus sebagai jamuan sanak kerabat dan tetangga yang berkunjung, tapi kali ini telah mengalami perkembangan. Syawalan telah menjadi ajang pengenalan pariwisata, sehingga masyarakat luar daerah pun berbondong-bondong datang ke lokasi ini. (rif)