Warta PILKADA

Masdar: Belum Saatnya NU Usung Calon secara Terbuka

Kamis, 21 Januari 2010 | 08:48 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Mas’udi menilai NU secara organisatoris belum saatnya secara terbuka mengusung calon kepala daerah untuk bersaing dalam Pilkada.

“Sebelum kita yakini bahwa suara NU solid, jangan bermain politik dulu. Dua periode ini NU harus istiqomah dulu dan taqorrub kepada umat,” katanya kepada NU Online di kantor PBNU Jakarta, Kamis (21/1) terkait upaya pengarahan kekuatan suara NU oleh sejumlah pengurus NU di beberapa daerah di Jawa Timur separti Jember, Gresik, Banyuwangi, dan Kediri.<>

Menurut Masdar, agenda NU yang paling mendesak adalah penguatan basis NU melalui masjid dan penguatan berbagai program yang dicanangkan NU. Minimal untuk dua periode yang akan datang, kata Masdar, NU harus memastikan bahwa secara organisatoris NU benar-benar berpihak pada pemberdayaan warga.

“Perlu taqarrub (pendekatan: red) baik secara struktural kelembagaan maupun fungsional programatis melalui berbagai program pemberdayaan warga. Saya kira umat tahu membalas budi. Setelah semua itu dilakukan, maka apa yang diarahkan oleh NU akan diikuti dengan ikhlas,” katanya.

Menurut Masdar yang juga digadang sebagai calon ketua umum PBNU periode mendatang, penyatuan kekuatan politik akan mudah dilakukan melalui amal ketulusan dalam mendampingi warga. “Dengan amal ketulusan kita tak perlu memberikan woro-woro kepada umat apa yang mesti dilakukan termasuk dalam soal bagaimana kita meraih capaian politik,” katanya.

Jika pun penyatuan kekuatan NU dinilai sangat mendesak dalam proses Pilkada 2010 ini, menurut Masdar, langkah ini harus dilakukan dengan hati-hati dan memakai aturan main yang jelas. Ia mencontohkan, orang pertama dalam kepengurusan NU baik dari jajaran syuriyah maupun tanfidziyah tidak boleh menjadi calon yang diajukan mewakili NU.

“Orang pertama dalam kepenguruan jangan terlibat dalam perebutan kekuasaan pada level apapun. Cukuplah menjadi primus interpares, atau semacam good father, atau sebagai jangkar keutuhan NU. Jadi jangan ikut bermain,” katanya.

“NU kalau merasa butuh untuk jabatan apapun biarlah diambil dari kader bukan dari promotornya sendiri. Hal yang sama juga berlaku bagi keluarga dekat pimpinan NU. Kalau bisa memosisikan diri sebagai orang tua, saya yakin arahanya akan diturut oleh umat dengan tulus ikhlas,” katanya.

Jika ada beberapa kader yang maju maka harus dipilih salah satu dari mereka dengan pertimbangan obyektif. Diantara para calon yang sejajar harus dipilih salah satu saja dan siapa yang menang harus didukung secara legowo dan dengan sepenuh hati sebagai represensi. "Dan ketika keputusan sudah diambil maka kita harus legowo dan semua elemen organisasi bertugas mengamankan kesepakatan," demikian Masdar.

Seperti diwartakan NU Online, polemik tentang keterlibatan NU dalam politik serta perdebatan kembali mengenai interpretasi 'khittah NU' bermula dari upaya yang dilakukan oleh PCNU Jember untuk menyatukan suara NU dalam Pilkada. Setelah melalui penjaringan ke semua majelis wakil cabang (MWC) NU di Jember, ketua PCNU Jember sendiri malah diajukan sebagai calon wakil bupati Jember yang akan bersaing dalam Pilkada nanti.

Upaya PCNU Jember ini, meski didukung sesepuh NU KH Muchit Muzadi, tetap memicu reaksi beberapa elemen NU utamanya dari partai politik berbasis NU yang mengajukan calon lain. Hal serupa juga dilakukan PCNU Banyuwangi, Gresik dan Kediri. (nam)