Warta

Masyarakat Aceh Sambut "Detik-Detik" Penandatanganan Damai

Senin, 15 Agustus 2005 | 07:35 WIB

Banda Aceh, NU Online
Ribuan warga Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, menyambut hangat detik-detik penandatangan kesepakatan damai antara Pemerintah dengan Gerakan Separatis Aceh (GSA) yang akan berlangsung di Helsinki, Finlandia, Senin (15/8) petang.

Prosesi penandatanganan kesepakatan damai untuk mengakhiri sebuah konflik bersenjata yang telah berlangsung puluhan tahun itu kini menjadi bahasan pokok dalam "diskusi" kecil masyarakat di warung-warung kopi, balai desa dan tempat keramaian umum lainnya.

<>

Dari diskusi-diskusi kecil yang berkembang baik di warung kopi, pusat perdagangan, terminal angkutan kota, sekolah maupun hingga perguruan tinggi di daerah Serambi Mekah itu, masyarakat sangat berharap agar prosesi penandatanganan kesepakan damai (MoU) tersebut benar-benar terlaksana dengan baik dan lancar.

"Masyarakat Aceh sudah cukup menderita sejak daerah ini dilanda konflik bersenjata, ditambah lagi musibah gempa dan tsunami akhir tahun lalu. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk menunda-nunda perdamaian di Aceh," kata Muhammad Yusuf, pedagang kaki lima (K5) di pasar Aceh Kota Banda Aceh.

Perdamaian di "Tanah Rencong" itu harus menjadi "harga mati". "Baik GSA maupun TNI/Polri, tidak lagi menghidupkan mesin perangnya untuk sebuah perdamaian. Kalau musibah gempa dan tsunami tidak menjadi pelajaran bagi kita untuk mengakhiri perselisihan bersaudara, maka saya khawatir kedepan Aceh akan lebih parah lagi menerima bencana," tambahnya.

Sementara itu, seorang supir labi-labi (angkot) menyatakan kesepakatan damai RI-GSA yang akan segera ditandatangani di Helsinki itu juga dapat diwujudkan para pihak yang ada dilapangan, sehingga masyarakat benar-benar bisa menghirup kembali "udara" kedamaian di Aceh.

"Jangan di Helsinki, para wakil RI-GSA itu berdamai, kemudian di lapangan di Aceh, kedua pihak tetap berperang. Perang itu hanya membuat kehidupan masyarakat lebih menderita. Selama konflik memanas di Aceh, kami (supir) sulit mencari makan dengan tenang karena situasi keamanan yang terganggu," katanya.

Abdullah, pedagang nasi di Banda Aceh juga berharap kedua pihak (RI-GSA) benar-benar dengan tulus dan ikhlas untuk berdamai, sehingga perselisihan bersenjata yang telah banyak merengut korban jiwa anak bangsa ini bisa berakhir.

"Kami masyarakat kecil sangat menderita. Perang hanya menyisakan penderitaan berkepanjangan bagi masyarakat. Musibah gempa dan tsunami harus menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak lagi saling membunuh sesama anak negeri," katanya.(ant/mfk)