Ahmad Moshaddeq alias Abdussalam akhirnya duduk di kursi pesakitan. Dalam sidang kemarin (13/2), pria yang mengklaim nabi atau rasul itu diancam hukuman maksimal lima tahun atas pelanggaran pasal 156 huruf a KUHP selama menyebarkan aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah.
Moshaddeq dijerat dakwaan penodaan agama Islam. Selain klaim nabi atau rasul, Moshaddeq dipersalahkan atas alirannya yang menyimpang dari ajaran Islam. Di antaranya dia mengajarkan tidak ada kewajiban menunaikan salat lima waktu, ibadah puasa, zakat, dan berhaji.<>
"Perbuatan terdakwa (Moshaddeq) memenuhi delik penyalahgunaan atau penodaan agama Islam yang dianut mayoritas umat Islam di Indonesia," kata jaksa penuntut umum (JPU) Muchamad Muhadjir.
Dalam sidang yang dipimpin Zahrul Rabain itu, Moshaddeq didampingi tim pengacara yang dikoordinasi Muhammad Tubagus Abduh.
Moshaddeq menyimak serius jalannya sidang yang mengagendakan pembacaan surat dakwaan. Sorot tajam matanya tertuju ke arah JPU Muhadjir yang membacakan surat dakwaan.
Penampilannya tampak angker. Pria berkumis itu mengenakan pakaian serbahitam, mulai kemeja, jaket, maupun celana. Meski demikian, baik sebelum maupun seusai sidang, Moshaddeq ramah melayani wawancara wartawan.
Dalam surat dakwaan, JPU Muhadjir membeber kronologi aktivitas Moshaddeq. Semua berawal pada Juli 2006. Saat itu Moshaddeq bertapa selama 40 hari 40 malam di Gunung Bunder, Pamijahan, Bogor. Usai bertapa, pada 23 Juli 2006, Moshaddeq mengikrarkan diri gelar "Al-Masih Al-Mawud" alias juru selamat yang dijanjikan. "Ikrar itu disampaikan di hadapan 54 umatnya," jelas JPU.
Selanjutnya, Moshaddeq minta pengikutnya mendekat dan melafalkan kalimat "syahadat" berbahasa Arab. "Bunyinya, ’asyhadu alla illa ha illallah, wa asyhadu anna Al Masih Al Maw’ud rasulullah’. Kalau diartikan, ’saya bersaksi tiada illah selain Allah, dan saya bersaksi Anda Al Masih Al Maw’ud utusan Allah’," beber Muhadjir. Satu per satu pengikut Moshaddeq pun melafalkannya. Usai melafalkan kalimat tersebut, mereka menatap mata dan saling berpelukan.
Menurut JPU, Moshaddeq juga mengajarkan kewajiban salat satu kali dalam sehari semalam. "Salatnya, qiyamul lail sebanyak 11 rakaat dengan menghafal Alquran," beber Muhadjir.
Al-Qiyadah, lanjut JPU, tidak mengenal rukun iman dan rukun Islam. Mereka punya enam program pengabdian. Rinciannya, menjalankan salat qiyamul lail, tahfis atau menghafal Alquran, berdakwah, meningkatkan keilmuan tentang Islam, penetapan atau penertiban struktur kepemimpinan Al-Qiyadah dan melakukan sedekah.
"Enam program itu dijadikan pegangan pengikut Al-Qiyadah. Ini di luar isi kitab suci dari lima buku karangan terdakwa (Moshaddeq)," imbuh Muhadjir.
Di akhir sidang, majelis hakim menanyakan tentang materi dakwaan kepada Moshaddeq. Mantan pelatih bulutangkis itu menerima seluruh isi dakwaan, bahkan tidak mengajukan tanggapan alias eksepsi.
"Sidang dilanjutkan pada 20 Februari dengan agenda pemeriksaan saksi," tegas hakim Zahrul. Tak sampai lima menit, Zahrul pun mengetuk palu tanda berakhirnya sidang.
Seusai sidang, pengacara Moshaddeq, Tubagus mengatakan, kliennya tak perlu diadili karena sudah menyatakan tobat. "Saya kira sidang ini sia-sia dan tak layak dilanjutkan," jelas Tubagus. (agm/kim)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua