Warta

NII Membahayakan Keutuhan NKRI

Jumat, 9 Desember 2011 | 22:50 WIB

Surabaya, NU Online
Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) yang beberapa bulan lalu kembali muncul, dinilai cukup berbahaya bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasalnya, gagasan dan gerakan NII hendak mendirikan sebuah negara yang berlandaskan satu ajaran agama tertentu.

Hal ini merupakan sebuah bentuk pengingkaran atas keberagaman di Indonesia karena mengeksklusi dan menafikan kehadiran ajaran agama lain yang juga telah dijamin eksistensinya dalam konstitusi.
<>
Demikian mengemuka pada acara Seminar Nasional bertema "NKRI Vs NII" yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Agama & Filsafat (eLKAF), di ruang sidang pasca sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, Kamis (8/12).

Hadir sebagai pembicara Dr Masdar Hilmy, MA (dosen pasca sarjana IAIN Sunan Ampel), Dr Ir Husein Heryanto, M.Hum (dosen UI Jakarta), dan Budi (kasubbid Bakesbang Pol Jawa Timur).

Implikasi dari gerakan tersebut adalah menafikan peran dan fungsi negara dalam menjamin keberlangsungan kebebasan beragama untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Dalam kata pengantar seminar, direktur eLKAF Drs Suhermanto Ja’far, MHum, menegaskan, NII menjadi isu yang cukup menarik sekaligus controversial. Sebab, gerakan NII  ini menafikan keberadaan Negara RI dan harus dirubah menjadi sebuah Negara Islam.

“Dalam tataran teknis, gerakan NII justru mencederai ajaran Islam. Demi mencapai tujuan Negara Islam segala cara dilakukan, misalnya dengan cuci otak,” kata Suhermanato yang juga dosen filsafat fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel ini.

Lebih jauh Suhermanto menjelaskan, pencucian otak oleh NII belakangan telah memakan korban dari kalangan pemuda dan mahasiswa. Hal ini tidak saja cukup meresahkan masyarakat, melainkan juga akan mengancam keutuhan NKRI.

Sementara Masdar Hilmy, mengakui bahwa gerakan NII akan selalu menemui kegagalan dalam mempengaruhi hati umat di Indonesia. Sebab, kata asisten direktur I program pascasarjana IAIN Sunan Ampel ini, sejarah Indonesia adalah sejarah moderatisme, sehingga ajaran-ajaran ekstrim akan sulit diterima oleh masyarakat.

”Kalau melawan sejarah moderatisme pasti akan ditolak. Bagi saya, visi NKRI memang tidak sakral dan final, tapi ada janji yang jelas. Berbeda dengan NII yang tidak jelas janjinya, tidak punya visi yang realistis,” tegas Masdar.

Meski selalu kandas di tengah jalan, Masdar mengakui, cita-cita (pendirian) Negara Islam Indonesia (NII) tak pernah mati. Bahkan NII menjelma menjadi organisasi bawah tanah dengan sistem pemerintahan yang lengkap.

Seminar yang dirangkai dengan bedah buku ini diikuti oleh sekitar 100 peserta dari kalangan mahasiswa program sarjana dan master serta beberapa ormas pemuda. Acara ini cukup diminati peserta. Terbukti, sebagian peserta terpaksa banyak yang berdiri.


Redaktur     : Mukafi Niam
Kontributor : Abdul Hady JM