Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi telah dibahas sekian lama dan menimbulkan polemik yang berkepanjangan dalam masyarakat. Mereka yang menentang, salah satunya beralasan negara terlalu dalam masuk ke wilayah publik dan aturan ini sudah ada dalam UU lain.
Namun, jika dilihat dalam pembuatan UU yang lainnya, para penentang RUU ini ternyata tidak konsisten. Nirsam, dari Lembaga Pelayanan dan Bantuan Hukum (LPBH NU) menjelaskan kelompok ini merupakan pendukung UU Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).<>
“Dalam hal ini, negara kan sudah terlalu jauh masuk dalam wilayah privat warga negara sementara masalah pornografi menyangkut perlindungan masyarakat luas,” katanya, Kamis, (25/9).
Demikian pula, masalah pornografi sudah diatur dalam UU yang lain seperti dalam hukum Pidana juga menunjukkan ketidakkonsistenan. Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya juga cukup diatur dalam hukum pidana.
“Kelompok ini juga secara vokal mengajukan tuntutan agar poligami dilarang. Ini juga menunjukkan mereka memaksa negara masuk terlalu jauh pada urusan warganya,” terangnya.
Ia menduga kelompok bersuara keras yang dimotori oleh beberapa LSM ini memiliki agenda tertentu yang merupakan kepanjangan dari kepentingan dan ideologi global yang berusaha ditanamkan di Indonesia.
Setelah sebelumnya akan disahkan pada 23 September lalu, DPR kembali menundanya dengan alasan belum cukupnya sosialisasi masalah ini. Masyarakat Bali merupakan komponen lokal yang turut menentang karena beranggapan keberadaan UU ini akan menghapuskan tradisi yang sudah mengakar di Bali. (mkf)
Terpopuler
1
Khatib Tak Baca Shalawat pada Khutbah Kedua, Sahkah?
2
Meninggal Karena Kecelakaan Lalu Lintas, Apakah Syahid?
3
Masyarakat Adat Jalawastu Brebes, Disebut Sunda Wiwitan dan Baduy-nya Jawa Tengah
4
Jalankan Arahan Prabowo, Menag akan Hemat Anggaran dengan Minimalisasi Perjalanan Dinas
5
Wacana AI untuk Anak SD, Praktisi IT dan Siber: Lebih Baik Dimulai saat SMP
6
Menag Nasaruddin Umar: Agama Terlalu Banyak Dipakai sebagai Stempel Politik
Terkini
Lihat Semua