Warta

RUU Pesantren Harus Didahului Dialog Intensif

Senin, 7 Maret 2011 | 09:09 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Slamet Effendy Yusuf menegaskan munculnya gagasan RUU Pesantren oleh Komisi VIII DPR RI dalam rangka meningkatkan kualitas itu seharusnya didahului dengan dialog intensif dengan pemangku kepentingan (stake holder) dunia pesantren.

“Saya akui kalau ada RUU Pesantren, maka negara bisa menopang pembiayaan kegiatan pesantren. Khususnya pesantren-pesantren kecil yang selama ini tidak tersentuh oleh APBN dan APBD, karena masih banyak problem. Untuk itu saya anjurkan dalam penyusunan RUU Pesantren itu harus didahului dengan dialog intensif,” kata Pimpinan Yayasan Pesantren Modern Al-Azhary Purwokerto Jateng itu di Jakarta, Senin (<>7/3).

Yang jelas lanjut Slamet yang juga Ketua MUI Pusat ini, gagasan untuk membuat RUU Pesantren itu harus diperjelas tujuannya. Baik sebagai model pendidikan maupun sebagai sub sistem sosial yang ada di Indonesia. Pesantren memang unik. Tapi, bukan karena kehasan dan keunikannya itu lalu perlu ada UU Pesantren.

“Jadi, yang terpenting para penggagas RUU ini harus bisa menjelaskan apa tujuan dan manfaat ini nantinya jika sudah tersusun. Misalnya kalau RUU ini untuk menyeragamkan pesantren justru berbahaya bagi dunia pesantren. Mengingat seperti diketahui bersama, setiap pesantren mempunyai kekhasannya sendiri. Itulah yang membuat unik,” ujar Slamet.

Di sisi lain lanjut mantan Ketua Umum PP GP Ansor ini, memunculkan kebebasan santri untuk memilih jenis keilmuwan apa yang akan didalami. Lalu, bagaimana kalau RUU ini dibuat dalam rangka standarisasi baik dalam konteks proses belajar-mengajar hingga ke sarana prasarana? “Itulah menurut saya yang akan sulit dilakukan,” tambah Slamet.

Oleh sebab itu RUU Pesantren ini menurut Slamet hanya mungkin diwujudkan jika hal itu dikaitkan dengan model pendidikan klasikal yang ada di lingkungan pesantren. Misalnya adanya madrasah diniyah atau ma’had yang lebih terstruktur dan bersistem. Bahwa dengan RUU ini diyakini pemeirntah bisa menopang pembiayaan pesantren yang selama ini tidak tersentuh oleh APBN dan APBD.

Sebelumnya Komisi VIII DPR mengusulkan RUU Pesantren untuk mendorong peningkatan kualitas pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki kekhasan. Karena historisnya yang kuat dari pesantren itu, maka tidak hanya cukup dengan peraturan menteri. Dan, agar kedudukan pesantren semakin kokoh, DPR mendorong membuat UU tentang Pesantren.(amf)