Warta

Tim Pemantauan BBM NU Temukan Sejumlah Masalah

Kamis, 29 Desember 2005 | 10:14 WIB

Jakarta, NU Online
Tim Pemantauan Pelaksanaan PKPS BBM PBNU yang melaksanakan pemantauan di 18 propinsi yang mencakup 164 desa menemukan sejumlah masalah krusial yang patut ditindaklanjuti oleh pemerintah agar pelaksanaannya ke depan lebih baik.

Masukan-masukan tersebut terungkap dalam evaluasi pelaksanaan pemantauan yang dihadiri oleh para wakil dari 18 propinsi dan perwakilan dari Menkokesra, mendiknas dan menkimpraswil di Gd. PBNU Kamis.

<>

Beberapa masalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang muncul meliputi kurangnya sosialisasi program sehingga ada kesalahpahaman baik siswa maupun orang tua siswa tentang BOS/BKM sehingga seolah-olah seluruh biaya sekolah dihapuskan dan masih ada pungutan lainnya.

Selain itu banyak sekolah tidak melibatkan atau tak memberdayakan komite sekolah dalam penyusunan RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) atau sekolah kurang memberdayakan komite sekolah.

Perbedaan pemberian bantuan untuk sekolah negeri dengan swasta juga dikeluhkan, siswa mampu dan tak mampu mendapat bantuan yang sama, tak adanya juklak dan juknis pengelolaan BOS, LPJ yang terlalu sulit, mark up jumlah murid dan sebagainya.

Sementara itu untuk Bantuan Langsung Tunai, tim PBNU menganggap kurangnya sosialisasi dan transparansi pada masyarakat maupun juklak dan juknis kepada petugas pancacahan termasuk sosialisasi yang terkesan indoktrinasi. Para petugas juga kurang mendapatkan advokasi yang memadai ketika ada protes dari masyarakat.

Selain itu pemahaman indikator gain yang kurang memadai menyebabkan banyak orang yang tak berhak tapi menerima BLT. Ukuran bangunan rumah sebagai indikator kemiskinan dinilai juga tidak tepat. Keberadaan BPS juga dinilai kurang berpengalaman dan kurang koordinasi dengan instansi terkait.

Pengembangan infrastruktur di tingkat pedesaan juga mengalami masalah. Para konsultan dinilai tidak mengadakan pendampingan sebagaimana yang ditetapkan juknis, jangka waktu pelaksanaan fisik sangat mepet, seleksi desa penerima yang dirasa kurang adil, duplikasi anggaran, waktu pencairan yang tidak tepat, program tidak sesuai juklak dan lainnya.

Pada bidang kesehatan, masalah yang ditemui adalah kurangnya sosialisasi terhadap warga miskin, dan data orang miskin itu sendiri tidak jelas, pengalokasian dana antara Dinas Kesehatan dengan PT Askes kurang jelas, juklah dan juknis tentang PKPS bidang kesehatan tidak jelas sehingga pihak pengelola tidak berani menggunakan dana, obat yang diberikan selalu sama walaupun penyakitnya berbeda-beda sampai dengan pemilik kartu sehat cenderung kesulitan dalam memperoleh pengobatan gratis di RS baik pemerintah dan swasta.(mkf)