Wawancara

Menggerakkan Kemandirian melalui Pacarpeluk Bersedekah

Rabu, 10 Januari 2018 | 03:00 WIB

Upaya mewujudkan kemandirian, Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Pacarpeluk, Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur menggulirkan Gerakan Pacarpeluk Bersedekah. Bernaung di bawah Unit Pengelolaan Zakat Infak dan Sedekah (UPZIS) NU Pacarpeluk, program dilakukan dengan menempatkan kaleng-kaleng sedekah di rumah warga dan menyarankan agar setiap harinya penduduk setempat menyisihkan koin senilai 500 ke dalam kaleng tersebut. 

Kini dalam setiap bulan berhasil dikumpulkan tak kurang dari 5 juta rupiah dari 600 kaleng koin NU tersebut dengan beragam pemanfaatan yaitu santuan duka, jaminan pengobatan rawat jalan dengan Kartu Pacarpeluk Sehat, santunan persalinan bagi keluarga kurang mampu, jenguk keluarga sakit berupa sumbangan dana bagi keluarga yang sakit, dan program peduli bencana. 

Keberhasilan program tersebut tidak lepas dari kerja sama seluruh pihak dan dorongan pengurus PRNU Pacarpeluk dalam menggerakkan semangat berzakat, infak, dan sedekah warga Pacarpeluk. Selain itu ada prinsip-prinsip yang terus dijaga untuk memperkuat program. Tak luput sejumlah tantangan juga harus dihadapi terutama di awal digulirkannya program.

Berikut wawancara wartawan NU Online Kendi Setiawan dengan Ketua PRNU Pacarpeluk Nine Adien Maulana terkait program yang juga menjadi unggulan PRNU Pacarpeluk tersebut.

Apa yang sebenarnya mendasari program tersebut?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, saya informasikan bahwa kepengurusan ranting NU Pacarpeluk selama ini vakum. Ada kepengurusannya, namun tidak ada kiprahnya dalam masyarakat secara nyata. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan saya menggerakkan organisasi dari sisi yang mana untuk mengawalinya.

Saya tidak percaya diri menggerakkan organisasi ini, karena selama ini masyarakat awam mengenal organisasi ini sebatas iuran dan iuran. Bagi saya ini adalah citra yang tidak mengenakkan. Masyarakat belum pernah merasakan manfaat nyata yang diperoleh dari organisasi ini.     

Keterpurukan ini mengalami titik balik, setelah NU Care-LAZISNU Jombang mengadakan sosialisasi ke MWCNU Megaluh tentang pendirian UPZISNU di tingkat MWC dan Ranting. Berangkat dari forum itulah saya selaku Ketua PRNU Pacarpeluk merasa ada semacam ‘ilham’ untuk menggerakkan organisasi ini secara nyata melalui pengelolaan Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS). 

ZIS adalah potensi ekonomi umat Islam. Ini adalah potensi kemandirian yang nyata. Jika NU bisa mengelolanya secara kreatif, amanah dan profesional maka kemandirian jamaah dan jamiyah NU pasti bisa diupayakan dengan segera. Saya meyakini hal ini menjadi pintu awal mengerakkan jamaah dan jamiyah NU secara simultan-mutual.

Saya segera mengumpulkan pengurus PRNU Pacarpeluk untuk yang pertama kali setelah lebih dari tiga setengah tahun turunnya SK kepengurusan PRNU Pacarpeluk. Kami sepakat menggerakkan jamiyah warisan para kiai ini dengan cara mendirikan, membuat kepengurusan dan mengoperasikan UPZISNU serta merancang program-program penyalurannya. 

Penggalian dan pengelolaan dana sedekah sukarela dari masyarakat Pacarpeluk adalah gerakan pertamanya. Kami menawarkan dan mengajak masyarakat Pacarpeluk untuk menyisihkan uang koin Rp500, (lima ratus rupiah) tiap hari untuk dimasukkan dalam kaleng koin sedekah yang kami berikan kepada mereka secara cuma-cuma. Kaleng-kaleng itu kami beli dari NU Care-LAZISNU Jombang seharga Rp10.000, (sepuluh ribu rupiah) per kaleng.

Agar menarik perhatian dan minat, serta keingintahuan masyarakat, kami melabeli aksi perdana ini dengan Gerakan Pacarpeluk Bersedekah (GPB). Dengan demikian GPB sebenarnya merupakan upaya branding terhadap UPZISNU Pacarpeluk yang baru lahir dan beroperasi. 

Seberapa penting menggerakkan program tersebut?
Sebagaimana yang telah saya sampaikan tadi, ZIS adalah potensi ekonomi umat Islam yang nyata. Ini adalah potensi kemandirian yang nyata. Sayangnya selama ini potensi itu belum dikelola dan dimanfaatkan secara nyata oleh NU. ZIS di kalangan masyarakat NU hanya dilaksanakan secara individual atau kelompok terbatas. Jika NU bisa mengelolanya secara kreatif, amanah dan profesional maka kemandirian jamaah dan jamiyah NU pasti bisa diupayakan dengan segera. Ini bukan retorika, tapi benar-benar menjadi aksi nyata yang benar-benar bisa dirasakan manfaatnya.  

Tanggapan masyarakat seperti apa?
Masyarakat Pacarpeluk itu majemuk. Memang mayoritas adalah warga dengan kultur Nahdliyin. Namun, ada juga jamaah LDII, Shidiqiyyah, Muhammadiyah, kelompok awam abangan dan warga yang beragama Kristen. 

Pada awalnya mereka juga menanggapi aksi Gerakan Pacarpeluk Bersedekah melalui Kaleng Koin Sedekah ini secara beragam. Ada yang langsung menerimanya dengan sukarela setelah mendapat penjelasan tentang rancangan penyaluran dana sedekah itu. Ada yang meragukannya karena trauma dengan program jimpitan yang dulu pernah dilakukan, namun tidak jelas pengelolaannya hingga akhirnya berhenti tanpa ada pertanggungjawaban publik.

Ada juga yang khawatir jika hasil sedekah ini hanya digunakan secara eksklusif untuk organisasi NU saja. Ada juga yang mencibir dan memprovokasi masyarakat untuk tidak ikut serta menjadi donator (munfiq) Gerakan Pacarpeluk Bersedekah. Biasaya mereka menebarkan cibiran dan provokasi ini di warung-warung kopi dan di tempat-tempat tongkorongan.

Kendala apa yang dihadapi?
Keragaman tanggapan masyarakat itu tentu menjadi kendala bagi PRNU Pacarpeluk dan UPZISNU-nya dalam merintis Gerakan Pacarpeluk Bersedekah. Dengan telaten para pengelola, menjelaskan berbagai keraguan yang disampaikan masyarakat yang beragam itu. Kami terus membangun citra positif untuk meraih kepercayaan (trust) masyarakat dengan menempatkan orang-orang yang ‘terpandang’ sebagai pengelolanya.

Selain itu upaya sosialisasi melalui pendekatan agama juga dilakukan. Mimbar khutbah Jumat, Idul Fitri, majelis talim dan dzikir serta penampilan virtual melalui internet menjadi media yang sangat efektif menjawab keraguan masyarakat dan mengokohkan citra positif itu. 

Terhadap masyarakat yang mencibir dan memprovokasi negatif, kami tidak meresponsnya melalui retorika, namun kami buktikan secara nyata melalui program-program penyaluran. Ketika kami merealisasikannya, apalagi yang menerima dan merasakannya adalah anggota keluarga mereka, maka akhirnya mereka pun bungkam dengan sendirinya.       

Target jangka panjang atau target besarnya seperti apa?
Kami telah beroperasi selama enam bulan. Kami telah meraih kepercayaan dari masyarakat. Dalam kurun waktu itu kami telah mampu mengumpulkan koin sedekah lebih dari empat puluh dua juta. Kami juga telah menyalurkannya sesuai dengan program-program penyaluran yang telah dirancang.

Kini di tahun 2018 ini kami ingin mengajak masyarakat merintis upaya pengelolaan zakat maal. Kami mulai mengampayekan kewajiban mengeluarkan zakat maal. Kami mengajak masyarakat untuk menyalurkannya kepada UPZISNU Pacarpeluk.

Bagi kami infak dan sedekah yang telah berjalan adalah latihan berzakat yang berhukum wajib. Kami tidak ingin berhenti hanya pada upaya fundring infak dan sedekah yang berhukum sunah. Apa yang telah kami lakukan adalah bagian dakwah dengan sasaran untuk melaksanakan kewajiban berzakat. 

Kami tidak ingin hanya berhenti pada ranah ekonomi semata, karena bagaimanapun juga ZIS adalah bagian dari syariat yang harus didakwahkan dan dilaksanakan sebagai bentuk peribadatan kepada Allah SWT.  

Selain itu, kami sedang merancang pengelolaan ZIS itu untuk pengembangan ekonomi produktif pada sektor riil. Dengan cara itu kemandirian NU baik secara jamaah maupun jamiyah tidak sekadar menerima, mengadministrasi dan menyalurkan. Kami juga ingin bisa memproduksi dan mereproduksi secara aktifi dalam sektor ekonomi riil. Perdagangan dan pertanian menjadi rancangan pengembangannya. 

Untuk meralisasikannya kami masih mematangkan konsep sambil terus mencari referensi best practice. Kami tidak ingin berspekulasi yang terlalu tinggi dalam hal ini sebab kami sadar bahwa ini bukan dana biasa. Ini adalah dana umat melalui ZIS yang diamanahkan kepada UPZISNU Pacarpeluk dengan niat ibadah. 

Prinsipnya kami ingin mengembangkannya secara halal, aman, dan cepat perputaran modalnya. Jika hal ini bisa dilakukan maka upaya saling menghidupi jamaah dan jamiyah benar nyata, bukan sekadar retorika. Akhirnya, kebangkitan kembali NU secara jamaah dan jamiyah tinggal menunggu waktu secara pasti, karena ini bukanlah ilusi.