Balitbang Kemenag

Beragam Unsur Harmoni Masyarakat Tanjung, Banyumas

Senin, 27 Agustus 2018 | 00:30 WIB

Beragam Unsur Harmoni Masyarakat Tanjung, Banyumas

Tokoh Bagong, maskot Kabupaten Banyumas (foto: Arumia DJ)

Jakarta, NU Online
Salah satu yang dikupas pada buku Belajar Kearifan Budaya Membangun Kerukunan Beragama yang diterbitkan tahun 2015 oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang adalah harmoni masyarakat di Tanjung, Banyumas, Jawa Tengah. Pada tulisan berjudul Normal Sosial dalam Membangun Harmoni karya tulis Marmiati Mawardi disebutkan nilai-nilai kearifan yang bisa menjadi perekat kerukunan yang masih dijadikan pedoman hidup Kelurahan Tanjung. 

Tulisan merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2014 selama 13 hari. Disebutkan, masyarakat Kelurahan Tanjung bagian dari masyarakat Kabupaten Banyumas yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Purwokerto Selatan. Luas wilayah Kelurahan tanjung 148,99 hektar, terbagi dalam 49 RT dan 9 wilayah RW. Jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 10.166, terdiri atas laki-laki 5.007 orang dan 5.159 orang perempuan.

Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Kelurahan Tanjung terkandung di dalam pandangan hidup masyarakat, dialek banyumasan, seni dan tradisi. Hal-hal tersebut dikomunikasikan melalui bahasa dan simbol-simbol yang dibumbui dengan unsur-unsur magis, dan secara turun temurun dipelihara oleh para sesepuh dan tokoh spiritual yang diyakini kebenarannya. Nilai-nilai tersebut sebagian telah mengalami pergeseran, terutama yang terkait dengan tradisi dalam siklus kehidupan. 

Watak masyarakat Banyumas diibaratkan seperti mendoan, makanan khas di Banyumas. Mendoan adalah tempe yang enak dimakan selagi masih hangat. Mendoan identik lemas tapi hanget, menggambarkan masyarakat Banyumas yang bersifat luwes, akrab, hangat, dan bisa menyesuaikan diri dan mudah menerima orang lain.

Hal itu terbukti dari banyaknya pendatang tetapi tidak pernah konflik, padahal para pendatang umumnya sukses di Banyumas. Mereka adalah para pengusaha, padagang dan pegawai negeri maupun swasta. Masyarakat Banyumas bisa menerima dan membaur. Justru karena luwesnya orang Banyumas tersebut menyebabkan banyak orang luar yang sukses. Di Jalan Gerilya sebagian masuk wilayah Kelurahan Tanjung, di sepanjang jalan tersebut terdapat pertokoan, usaha jasa dan warung makan yang di antaranya milik para pendatang dari barbagai etnis.

Spirit hidup masayarakat Banyumas dapat dibaca dari moto Kabupaten Banyumas yaitu Satria. Aspek filosofis Sastria merupakan perwujudan sikap mental seseorang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mengandung harapan masyarakat Banyumas berjiwa kesatria yang gagah berani, jujur, dan baik hati.

Satria juga sebuah harapan agar masyarakat Banyumas hidup sejahtera. Bersikap adil, baik hati kepada siapa saja, tertib dalam segala bidang kehidupan, disiplin dan bertanggung jawab. Rapi, terampil dalam menata diri dan lingkungan.Indah, Banyumas indah dipandang mata dan Aman, terciptanya masyarakat yang kondosif dan menjaga keharmonisan.

Gambaran dari masyarakat banyumas cancudan sebagai bagian dari perwujudan moto masyarakat Banyumas dan visi kelurahan Tanjung.Lingkungan Kelurahan Tanjung secara fisik tertata rapi, bersih dan asri. Masyarakatnya pun ramah, mau menyapa dan memberikan senyum kepada orang yang baru dikenal. Masyarakat berpartisipasi terhadap pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, sehingga memperoleh kepercayaan Pemda Kabupaten Banyumas dan ditunjuk sebagai salah satu kelurahan yang mewakili kelurahan-kelurahan yang ada di wilayah Kabupaten Banyumas, dalam rangka evaluasi pemberdayaan masyarakat Desa/ Kelurahan tingkat Kabupaten Banyumas tahun 2102.

Visi Kelurahan Tanjung adalah Terwujutnya masyarakat Kelurahan Tanjung yang sejahtera dan nyaman dalam menerima pelayanan dalam rangka menuju Banyumas Satria. Kabupaten Banyumas mengakat Bawor sebagai maskot, Bawor adalah salah satu anak dari Semar punakawan abdi dalem Pandowo yang kalau bicara blak-blakan,cablaka tanpo teding aling-aling. Di luar Banyumas punakawan ini disebut Bagong. Di pinggang Bawor terselip kudi yang merupakan alat atau senjata untuk mencari nafkah dalam rangka mencukupi kebutuhan hidup, bukan untuk berperang.

Bawor dikenal cablaka, terus terang dan humoris. Menjadi falsafah orang Banyumas cablaka, familier, humoris. Sosok Bawor diangkat menjadi maskot masyarakat Banyumas karena watak Bawor (Bawor atau Bagong anak Ki Lurah Semar dalam cerita pewayangan), dikenal cablaka (terus terang), lugu, jujur, saru, tetapi sangat setia kepada majikannya.

Menurut pandangan orang Banyumas Bawor mencerminkan simbul wong cilik, tetapi suka terus terang, tidak munafik, apa adanya, kalau ya mengatakan ya kalau tidak mengatakan tidak. Penetapan Bawor sebagai maskot Banyumas pada saat kepimimpinan Joko Sudantoko sebagai bupati Banyumas tahun 1988-1998.

Sementara itu, Bahasa Banyumas menyesuaikan kepada siapa ia bicara, apakah status yang diajak bicara lebih tinggi atau lebih rendah dan lebih tua atau masih muda. Misalnya seorang anak berbicara kepada orang tua atau seorang pegawai kepada atasan, bahasa yang digunakan tidak bahasa ngoko. Bahasa Banyumas empan papan, maksudnya apa yang akan disampaikan, kepada siapa berbicara disesuaikan atau ngerti dunung selehe-bisa menempatkan diri. Kelebihan orang Banyumas, di mana saja bisa menyesuikan dengan bahasa di luar Bahasa Banyumas.

Orang Banyumas geblak, tanggon trengginas, cancud artinya kalau ada gotong royong langsung pada moro (guyub), berusaha segera datang. Ungkapan ini menunjukkan bahwa masyarakat Banyumas memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan. Keguyuban ini terutama terlhat dalam peristiwa kematian, bila ada berita kematian (tetangga) mereka segera berdatangan untuk membantu yang sedang tertimpa musibah, dari perlengkapan pengurusan jenazah hingga pemenuhan kebutuhan lainnya yang menjadi kebiasaan masyarakat setempat.

Gambaran dari masyarakat banyumas cancudan sebagai bagian dari perwujudan masyarakat Banyumas, lingkungan Kelurahan Tanjung secara fisik tertata rapi, bersih dan asri. Masyarakatnya pun ramah, mau menyapa dan memberikan senyum kepada orang yang baru dikenal.

Partisipasi masyarakat terhadap pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, sehingga memperoleh kepercayaan Pemda Kabupaten Banyumas. Pada tahun 2012, Kelurahan Tanjung ditunjuk sebagai salah satu kelurahan yang mewakili kelurahan-kelurahan di wilayah Kabupaten Banyumas, dalam rangka evaluasi pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan.

Ungkapan adol arep tuku gelem, mengisyaratkan ada timbal balik dan saling menguntungkan. Ungkapan ini menunjukkan adanya relasi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan primer maupun skunder. Ada hubungan timbal balik yang menguntungkan kedua belah pihak, tidak egois sehingga terjadi hubungan yang harmonis, ini menunjukan adanya nilai-nilai kerukunan atau kerja sama yang baik.

Ana rembuk dirembuk-semedulur, ungkapan yang mengarah perlunya kedamaian. Jika ada permasalahan sebaiknya dibicarakan atau dimusyawarahkan dengan mendahulukan rasa persaudaraan. Kaya karo sapa, artinyaseperti dengan siapa saja. Ungkapan ini mengandung nilai persaudaraan, persahabatan, ada rasa kedekatan. Ungkapan ini digunakan ketika terjadi penyelesaian perselisihan, contohnya pertengkaran dengan sesama saudara, atau dengan tetangga yang sudah dianggap seperti saudara sendiri. (Kendi Setiawan)


Terkait