Balitbang Kemenag

Cegah Kesalahan pada Buku Agama dan Keagamaan

Selasa, 28 November 2017 | 13:30 WIB

Cegah Kesalahan pada Buku Agama dan Keagamaan

Ilustrasi: pendidikandasar.net

Jakarta, NU Online
Pada tahun 2016, Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Balitbang Diklat Kemenag melakukan tadqiq maupun evaluasi terhadap 160 buku ajar pendidikan Agama dan Keagamaan.


Beberapa rekomendasi dalam rangka tindak lanjut atas hasil tadqiq dan evaluasi tersebut adalah mengusulkan kepada para penerbit untuk tidak mencetak ulang buku pendidikan agama dan keagamaan, yang berdasarkan temuan dan rekomendasi hasil tadqiq ini dinyatakan kurang layak terbit, baik yang harus diperbaiki terlebih dahulu, hingga buku yang dinyatakan harus ditarik dari peredaran atau yang telah terlanjur beredar di pasaran maupun masyarakat pengguna. 

Selanjutnya mengimbau seluruh lembaga atau instansi terutama di Lingkungan Kemenag dan Kemendikbud, termasuk lembaga penerbitan buku pendidikan agama dan keagamaan untuk mematuhi berbagai peraturan, sekaligus secara intensif melakukan sosialisasi terhadap Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI); Kamus Istilah Keagmaan (KIK); Ejaan Bahasa Indonesia (EBI); Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI No. 158 Tahun 1987 dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0543/b/1987 tentang Pembakuan Pedoman Transliterasi Arab-Latin; KMA No. 437 Tahun 2001 tentang Pentashihan Buku-Buku yang Memuat Tulisan Ayat Al-Qur'an yang Diterbitkan dan Diadakan di Lingkungan Depag.

Sosialisasi juga dilakukan terhadap KMA No. 25 Tahun 1984 tentang Penetapan Mushaf Standar, Surat Keputusan Kepala Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan No. BD/01/2004 Tahun 2004 tentang Pedoman Penulisan, Penerbitan, dan Pentashihan Buku-Buku Keagamaan; termasukpenggunaanhadisyang terdapat dalam Kutubussittah ataupun Kutubutis’ah.

Direktorat Jenderal Pendidikan di lingkungan Kemenag diimbau agar melakukan evaluasi dan revisi terhadap buku tersebut, misalnya dengan melibatkan berbagai pihak/lembaga terkait untuk mencermati kembali buku-buku keagamaan kurikulum 2013, baik yang sudah selesai maupun dalam proses penyusunan agar terhindar dari kesalahan-kesalahan serupa, terutama terkait konsistensi penerapan peraturan perundang-undangan tentang pengadaan dan penerbitan buku keagamaan. 

Perlu kerja sama yang intensif dan berkesinambungan dalam melakukan tadqiq dan penilaian buku, terutama antara Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dengan Direktorat Madrasah/Pendis Kemenag, Puskurbuk Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, para penerbit buku, serta para pengguna/users terutama sekolah/madrasah maupun perguruan tinggi. 

Untuk itu, perlu dirumuskan mekanisme dan langkah-langkah teknis tentang kerjasama yang intensif antara Puslitbang Lektur dan Khazanah dengan Ditjen Pendis Kemenag, juga kementerian terkait lainnya dalam proses penyusunan, penilaian, serta pengadaan buku bahan ajar maupun buku pengeyaan (bahan pustaka) bidang keagamaan.

Hasil penelitian atau tadqiq buku keagamaan yang sudah dilakukan semenjak 2006, 2008, 2012, 2013, 2015, dan terakhir 2016 ini perlu ditindaklanjuti, antara lain sebagai bahan naskah akademik dalam rangka penyempurnaan draft KMA tentang Penilaian Buku Teks dan Pustaka untuk Pendidikan Agama dan Keagamaan PadaPendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi (Tahun 2016), baik untuk tujuan melengkapi KMA No. 437 Tahun 2001 yang masih tetap berlaku, maupun perumusan kebijakan yang lebih luas dalam bentuk SKB menteri baru yang diperlukan.  

Kementerian Agama perlu menyediakan mushaf Al-Qurán standar atau kompilasi hadis yang bisa di-download  via website sehingga mudah diakses, sosialisasi lebih intensif tentang mushaf standar dan terjemahnya, sistem transliterasi yang berlaku, dan kebijakan terbaru tentang petunjuk penyusunan, penilaian, dan penerbitan buku teks ajar agama dan keagamaan untuk sekolah, madrasah maupun perguruan tinggi. 

Selain itu, Kementerian Agama perlu menyelenggarakan workshop penulisan, penilaian, dan penerbitan buku agama dan keagamaan, sekaligus merumuskan mekanisme terkait kewenangan dalam mengeluarkan tanda tadqiq/tashih buku, mengeluarkan sertifikat bagi para pentadqiq melalui diklat, dan menyempurnakan serta menetapkan pedoman/acuan penyusunan, penilaian, dan penerbitan buku teks ajar agama dan keagamaan untuk sekolah, madrasah maupun perguruan tinggi, baik yang dirumuskan dalam bentuk buku pedoman, PMA, maupun SKB menteri. (Kendi Setiawan)

Baca Kajian Keagamaan lainnya DI SINI


Terkait