Balitbang Kemenag

Masih Ada Jurang Antara Pengetahuan dan Praktek Pelaksanaan Ibadah Haji

Selasa, 6 Desember 2016 | 12:27 WIB

Masih Ada Jurang Antara Pengetahuan dan Praktek Pelaksanaan Ibadah Haji

(makkahlive.net

Jakarta, NU Online
Isu tentang haji saat ini telah banyak bergeser ke persoalan-persoalan material, seperti fasilitas trasportasi, pemondokan atau hotel, katering, dan fasilitas kesehatan, karena sejumlah Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang telah dibayar jamaah.

Akibatnya persoalan esensi haji, yakni seputar pelayanan ibadah nyaris terabaikan karena tertutup oleh isu-isu material tersebut. Tidak satupun pihak yang pernah mempertanyakan, bagaimana kualitas ibadah haji para jamaah, atau siapa yang bisa menjamin sah atau tidaknya jamaah haji selama Armina?

Balitbang dan Diklat Kementerian Agama dalam penelitiannya (2013) berusaha melihat Kinerja Kelompok Bimbingan Haji (KBH) dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai mitra pemerintah, fenomena komersialisasi KBH terhadap jemaah, dan tingkat kepatuhan pelayanan dan bimbingan ibadah yang dilakukan KBH dengan peraturan pelayanan dan bimbingan yang telah distandarkan pemerintah.

Termuan yang diperoleh adalah standardisasi KBH menuju manajeman yang lebih baik diperlukan, karena hubungan KBH dengan jamaah sebenarnya berada pada hubungan patron-klien. Ketika terjadi ketidakpuasan jamaah, maka hak-hak jamaah bisa terlindungi sebagai konsumen. Total Performance Management penting diterapkan untuk melakukan sertifikasi KBH untuk dapat menjamin pelayanan prima kepada jamaah. Ini disebabkan, realitas menunjukkan 14,24% KBH masih melanggar ketentuan biaya yang telah ditetapkan maksimal sebesar Rp2.500.000.

Eksplorasi fakta-fakta penelitian secara kuantitatif menghasilkan beberapa temuan yang sangat penting sebagai bahan kajian dalam membuat kebijakan seputar KBH. Berdasarkan pengujian statistik inferensial didapatkan hasil indeks kepatuhan KBH signifikan pada rerata 81% yang berarti sebagian besar KBH sudah patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang ada berkaitan dengan persyaratan pendirian maupun pengelolaan KBH. Akan tetapi masih terdapat 19% KBH lain yang tidak patuh, dimana sebagian besar melanggar ketentuan rasio perbandingan jemaah dengan pembimbing ibadah sebesar 56,96%, dan kepatuhan terhadap penggunaan buku manasik dari pemerintah sebesar 40,19%. Sedangkan kepatuhan terhadap besaran biaya bimbingan KBH mencapai rerata sebesar 83%, artinya masih terdapat 17% KBH yang signifikan secara nasional menarik biaya lebih dari Rp2.500.000,- dengan rerata biaya yang mencapai Rp4.006.100,-.

Penelitian tentang bimbingan ibadah di Arab Saudi menghasilkan antara lain, bahwa manasik yang dilakukan di Indonesia, baik oleh KBH dan KUA masih meninggalkan jurang pengetahuan antara bahan-bahan manasik di Indonesia dengan realitas kondisi yang ada di Arab Saudi. Konsep-konsep tentang tawaf, sai, atau tahalul dimengerti dengan baik, namun tidak selalu dapat dioperasionalkan dalam bentuk praktik ibadah dengan baik ketika di Arab Saudi. Ini artinya masih terjadi kesenjangan antara pengetahuan dengan praktik. Akan tetapi dalam konteks ini jamaah KBH lebih mampu teratasi karena umumnya rasio pembimbing dengan jamaah lebih kecil dibanding jamaah non-KBH. Bahkan pemaknaan serangkaian ibadah haji tidak dipahami benar, kecuali gerakan-gerakan fisik seperti dalam tawaf, sa’i, lempar jumrah, dan sebagainya. 

Dalam persoalan pelayanan bimbingan ibadah, secara kualitatif KBH memiliki keunggulan dibanding Tim Pemandu Ibadah Haji Indonesia (TPIHI), karena selain rasio jamaah dengan pembimbing, umumnya jamaah haji KBH memiliki hubungan patronase dengan beberapa pembimbing KBH. Ini disebabkan hampir semua pembimbing KBH adalah tokoh agama yang telah memiliki ikatan emosional terlebih dahulu dengan calon jamaah haji. 

Meskipun demikian, TPIHI memiliki fungsi yang masih tetap harus diberdayakan, karena (TPIHI) selain merupakan ‘wakil’ pemerintah dalam kloter, juga berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap KBH dan melakukan pembimbingan bagi jamaah non-KBH. Komersialisasi KBH berada dalam beberapa aras, seperti pembayaran dam, badal haji, afdloliyah ibadah dan jasa pelayanan bus untuk ziarah. Ini disebabkan tidak adanya keterbukaan pengelolaan keuangan dan beberapa perbedaan antara KBH yang satu dengan lainnya, terutama soal biaya dam dan badal haji. (Mukafi Niam)


Terkait