Balitbang Kemenag

Penelitian Kehidupan dan Pelayanan Keagamaan di Wilayah Perbatasan

Selasa, 10 Juli 2018 | 18:00 WIB

Penelitian Kehidupan dan Pelayanan Keagamaan di Wilayah Perbatasan

Wilayah perbatasan (Foto: Kemendagri)

Jakarta, NU Online
Wilayah perbatasan bukan sebatas batas negara, bukan hanya aspek ekonomi, politik, ketahanan keamanan. Wilayah perbatasan adalah juga sebuah lintas batas dan pertemuan berbagai silang budaya dan keagamaan. Hal tersebut berpengaruh terhadap kehidupan keagamaan termasuk pelayanan keagamaan yang diberikan Pemerintah, khususnya Kementerian Agama.
 
Pelayanan keagamaan meliputi catatan pernikahan, perceraian, dan lain sebaginya menjadi aspek-aspek penting tentang tanggapan warga negara terhadap pemerintahnya. Keterbatasan fasilitas, jarak yang jauh dan kurangnya pegawai, sering kali menjadi alasan rendahnya aksesibilitas pelayanan keagamaan bagi pemeluk agama. 

Melihat pentingnya mengetahui berbagai persoalan keagamaan di wilayah perbatasan, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan melakukan penelitian Kehidupan dan Pelayanan Keagamaan di Wilayah Perbatasan. Ada tiga pertanyaan penting yang dicarikan jawabannya dari penelitian ini.

Pertama, bagaimana dinamika dan kehidupan keagamaan masyarakat di wilayah-wilayah perbatasan. Kedua, bagaimana proses saling pengaruh paham keagamaan berjalan di tengah kehidupan masyarakat yang heterogen, dan strategi mereka untuk mendukung nilai-nilai ke-bangsaan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia? 

Ketiga, bagaimana pelayanan keagamaan yang dilakukan oleh Kementerian Agama dalam ber-bagai aspek kehidupan keaga-maan masyarakat di wilayah perbatasan Indonesia? 

Penelitian dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif, dalam bentuk studi kasus dengan jenis penelitian eksploratif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, studi pustaka dan dokumentasi, serta pengamatan. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap beberapa informan kunci, yang terdiri dari tokoh agama, ketua organisasi keagamaan; penyuluh keagamaan; aparat pemerintah; aparat keamanan; anggota masyarakat dari berbagai kelompok keagamaan; dan  anggota jemaah atau jaringan keagamaan. 

Lokasi penelitian adalah delapan wilayah perbatasan yaitu Kecamatan Entikong  Kabupaten Sanggau Kalbar, perbatasan dengan Malaysia; Distrik Sota Kabupaten Merauke perbatasan dengan Papua Nugini; Kota Belu Atambua NTT, perbatasan dengan Timur Leste; Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalta-ra, perbatasan dengan Tawau Malaysia.

Berikutnya Kecamatan Tahuna  Kabupaten Sangihe, perbatasan dengan Filipina; Kecamatan Belakangpadang Kota Batam Kepulauan Riau, perbatasan dengan Singapura; Kecamatan Badau Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat, perbatasan dengan Sarawak Malaysia; dan Kecamatan Abepura Skow Jayapura berbatasan dengan Papua Nugini. Pengumpulan data lapangan dilaksanakan pada kurun waktu bulan Juli-Agustus 2017 selama sekitar 12 hari. (Kendi Setiawan)


Terkait