Jakarta, NU Online
Berbagai hasil penilaian capaian tentang kerukunan telah dibuat, namun tidak semuanya dapat digunakan sebagai ukuran karena dilakukan berdasarkan tujuan, teknis, dan standar yang berbeda-beda. Kementerian Agama selaku instansi penyelanggara pemerintahan di bidang agama telah menetapkan suatu ukuran standar penyusunan indeks kerukunan umat beragama secara konprehensif dengan berstandar nasional.
Indeks kerukunan yang dimaksud dibentuk dari tiga indikator besar, yaitu toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Indikator toleransi merepresentasikan dimensi saling menerima, menghormati/menghargai perbedaan. Kesataraan, mencerminkan keinginan saling melindungi, memberi kesempatan yang sama dengan tidak mengedepankan superioritas. Adapun kerja sama menggambarkan keterlibatan aktif bergabung dengan pihak lain dan memberikan empati dan simpati kepada kelompok lain dalam dimensi sosial, ekonomi, budaya dan keagamaan.
Oleh karena itu, peningkatan kerukunan umat beragama berorientasi tidak hanya pada aspek toleransi semata, karena sikap toleransi itu baru merupakan syarat awal. Agar kerukunan umat beragama tumbuh semakin kuat, toleransi harus disertai dengan adanya sikap kesetaraan. Sikap kesetaraan harus diiringi tindakan nyata dalam bekerjasama di tengah masyarakat majemuk. Dengan kerja sama yang tulus, terbangun kepercayaan yang kuat di antara sesama anak bangsa dengan pemahaman bersama bahwa mereka dapat hidup berdampingan dengan damai, tenang, saling memajukan dan menguatkan, tidak untuk saling menyakiti dan menyingkirkan.
Pada tahun 2017, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menguji kembali indikator kerukunan umat beragama di Indonesia. Pengujian dilakukan melalui serangakain survei lapangan selama dua tahun berturut-turut. Pengujian tersebut untuk memantapkan konsepsi pengukuran dan analisis yang digunakan, sehingga desain survei kerukunan umat beragama dapat diuji oleh banyak pihak sebagai sesuatu yang ajeg yang dapat digunakan setiap tahun.
Tujuan penelitian adalah menguatkan indikator survei kerukunan umat beragama di Indonesia; memeroleh informasi pemetaan kekuatan dan kerentanan hubungan antarumat beragama di Indonesia; merumuskan sistem informasi untuk penyusunan kebijakan pembinaan kerukunan di Indonesia; memeroleh data Kerukunan Umat Beragama tahun 2017.
Penelitian dilakukan melalui survei dengan menyebarkan angket kepada pemeluk agama yang dipilih berdasarkan acak di desa/ kelurahan terpilih. Desa atau kelurahan dipilih secara multi-stage random sampling di ibu kota dan satelit sebagai representasi urban dan suburban. Secara teknis menyasar kelurahan dan desa, yang memungkinkan diperoleh gambaran aspek heterogen dan homogen pemeluk dalam menyikapi perbedaan agama baik dari dimensi toleransi, kesetaraan dalam konsep dan pelaksanaan beragama, kemudian kerjasama antar pemeluk.
Secara garis besar, penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Indikator Survei Kerukunan Umat Beragama; dan Survei Kerukunan Umat Beragama Tahun 2017. Dua tahapan tersebut kemudian dilaksanakan lebih rinci dalam bentuk: FGD dengan pakar di berbagai daerah terpilih; penyebaran kuesioner (try in, try out); analisis indikator untuk menguatkan instrumen; survei lapangan di 34 provinsi, dan analisis kuantitatatif. (Kendi Setiawan)