Uniknya Tradisi Lisan Masyarakat Berbahasa Ngapak di Jateng
Selasa, 18 Mei 2021 | 00:00 WIB
Masyhur diketahui bahwa Indonesia memiliki beragam tradisi dan kesenian, termasuk bahasa dan cara penyampaian tradisi yang khas dan unik. Seperti tradisi lisan yang berkembang pada masyarakat di Jawa Tengah.
Salah satu penelitian yang mengungkapkan hal itu adalah yang dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Agama (BLA) Semarang pada Badan Litbang dan Diklat Kemenag yang disusun oleh Arnis Rachmadhani dan Titi Isnaini Fauzah pada 2020. Penelitian berjudul Nilai-nilai Pendidikan Agama dalam Tradisi Lisan pada Masyarakat Berbahasa Ngapak di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa berbagai tradisi lisan yang berkembang di masyarakat berbahasa ngapak di Provinsi Jawa Tengah selain khas dan unik, juga memiliki nilai-nilai pendidikan agama yang penting bagi pewarisan budaya adiluhung.
Dalam penelitian tersebut disebutkan beberapa bentuk tradisi lisan antara lain Begalan dari Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap memiliki nilai-nilai pendidikan Islam antara lain tauhid, ibadah, akhlak, dan nilai pendidikan kemasyarakatan. Nilai pendidikan tauhid yang dimaksud dalam tradisi begalan adalah berkaitan dengan rukun iman, di antaranya adalah iman kepada Allah dan iman kepada kitab-kitab Allah yang disimbolkan dengan cething.
Kemudian iman kepada hari akhir/kiamat yang disimbolkan dengan kendhil. Nilai pendidikan ibadah dalam tradisi begalan, antara lain shalat (disimbolkan dengan pari), menikah karena ibadah (disimbolkan dengan kusan), etos kerja (disimbolkan dengan suluh dan budin),doa (disimbolkan dengan daun salam),dan sedekah (disimbolkan dengan uang receh).
Penelitian kualitatif yang dilakukan pada tanggal 15-29 Oktober 2020 itu menunjukkan adanya nilai-nilai pendidikan akhlak dalam tradisi luhur masyarakat Ngapak di Jawa Tengah. Seperti tradisi begalan, antara lain tolong-menolong (disimbolkan dengan pikulan), membedakan baik dan buruk (disimbolkan dengan tampah dan suket), menjalin silaturahim (disimbolkan dengan tampah), hemat dan menjauhi sifat buruk (disimbolkan dengan cething dan sorok).
Berikutnya, sabar/lapang dada dan taat (disimbolkan dengan ian), rendah hati dan bijaksana (disimbolkan dengan pari), keadilan (disimbolkan dengan centhong dan ilir), berbuat baik pada orang lain (disimbolkan dengan ilir), syukur (disimbolkan dengan irus), setia (disimbolkan dengan siwur), jangan menebar fitnah (disimbolkan dengan suluh). Nilai pendidikan kemasyarakatan dalam tradisi begalan, antara lain kerjasama (disimbolkan dengan ciri-muthu), persatuan dan kesatuan (disimbolkan dengan sapu lidi), musyawarah (disimbolkan dengan kusan), dangotong royong (disimbolkan dengan irus).
Terdapat juga nilai-nilai pendidikan agama dalam tradisi seni tari Aplang dari Banjarnegara terdapat dari syair yang berasal dari kitab Al Berzanji, gerakan tari, kostum, dan iringan musiknya; Kesenian Ebeg (Kabupaten Purbalingga) sebagai sebuah seni pertunjukan yang di dalamnya syarat dengan nilai-nilai yang adiluhung yang selaras dengan nilai-nilai pendidikan agama. Pada tradisi Jamjaneng (Kabupaten Kebumen), tercermin dalam syair-syair yang dilagukan terdapat nilai-nilai pendidikan agama yaitu ketauhidan, sejarah nabi, nilai-nilai ikhlas, rukun Islam, ajaran untuk beribadah (shalat, zakat, puasa), anjuran untuk berbakti kepada orang tua, anjuran untuk menuntut ilmu, serta nilai-nilai kebangsaan (Pancasila).
Tradisi Mantu Poci (Kota/Kabupaten Tegal) memilki nilai doa, persaudaraan (silaturahmi) dan keterbukaan (moderasi) di kalangan masyarakat; Legenda Penggarit (Kab.Pemalang) memuat lesson learnt terkait dengan pendidikan agama Islam, baik masalah keimanan (ketauhidan), ibadah, dan muamalah (akhlaqul karimah);dan tradisi Wayang Golek Cepak(Kabupaten Brebes.
Adanya faktor penghambat seperti anggapan bahwa kesenian tersebut haram dan musyrik juga kurangnya minat dari generasi muda. Ada baiknya, menurut peneliti ada beberapa hal yang bisa menjadi rekomendasi untuk tetap melestarikan tradisi tersebut di masyarakat.
Pertama, tradisi Lisan yang potensial bagi generasi muda perlu dimasukkan ke dalam kurikulum pembelajaran pada Muatan Lokal Sekolah maupun program Ekstrakurikuler sehingga bisa menjadi alternatif pembelajaran Tradisi Lisan Bermuatan PendidikanAgama.
Kedua, Kementerian Agama Republik Indonesia perlu meningkatkan Program Dakwah Kultural dengan memasukkan kandungan kearifanbudaya melalui penentuan tema-tema nilai-nilai pendidikan agama pada khutbah/ceramah agama.
Ketiga, perlunya mengadakan Festival Tradisi Lisan untuk memasyarakatkan Tradisi Lisan Bernuansa Nilai-Nilai Pendidikan Agama. Terakhir, adanya sinergitas antara pemangku kepentingan di Daerah terkait Pelestarian kesenian tradisi lisan yang di dalamnya memiliki nilai- nilai adiluhung yang selaras dengan nilai-nilai pendidikan agama.
Penulis: Rifatuz Zuhro
Editor: Kendi Setiawan