Way Kanan, NU Online
Persoalan sampah merupakan persoalan bersama dan akan terus berlanjut jika tidak ditangani dengan baik. Kebanyakan orang mengelola sampah yang menumpuk dengan cara diurai, lalu dibakar. Ada pula yang menguranginya dengan cara mengubur, dan menyerahkan pada petugas kebersihan.
Namun tidak berlaku bagi Wakil Komandan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Satuan Koordinasi Cabang (Satkorcab) Kabupaten Way Kanan, Lampung, Sahabat Agung Rahadi Hidayat. Baginya, mengelola sampah dapat dimulai dari cara berpikir. Contoh kecilnya ialah mempunyai perencanaan aktivitas dengan tidak menggunakan bahan yang dapat menimbulkan banyak sampah, memanfaatkan kembali perkakas bekas, merubah, hingga memodifikasi kegunaan barang tersebut agar terus dapat digunakan.
Untuk sampah organik dari sisa makanan atau barang yang mudah lapuk, sosok aktivis kemanusiaan ini menyulapnya menjadi pupuk padat maupun cair (POC), yang ia olah menggunakan komposter. Komposter sendiri dapat dibuat menggunakan bahan bekas seperti ember dan sejenisnya. Hasil dari POC ini dapat diaplikasikan pada kegiatan berkebun.
Di rumah, Agung memproduksi POC dengan memanfaatkan dua ember bekas cat berukuran 20 liter, stop keran dispenser, alat bor, gergaji, dan mata bor atau pelubang berukuran 6 mm.
Mulanya, ia menyiapkan ember bagian atas sebagai penampung sampah, dan diberi lubang kecil pada bagian bawah untuk pengatusan. Lalu pada bagian samping atas ember, di bawah penutup dilubangi sebanyak empat titik dengan ukuran kecil.
Setelah itu, siapkan ember bagian bawah untuk menampung lindi (cairan kompos). Di bagian dasar ember diberi lubang berukuran 5 cm atau menyesuaikan keran yang digunakan. Lalu, bagian tutup ember dilubangi hingga tersisa tepinya saja, fungsinya sebagai penyangga ember bagian atas.
Usai semua siap, masukkan limbah organik ke dalam komposter. Dan, sampah akan didegradasi oleh mikroorganisme. Pada proses ini, bisa juga menambahkan penyemprotan dengan bioktivator. "Tidak perlu khawatir jika akan ada ulat, justru hal ini baik," tutur Agung.
Air lindi yang dihasilkan akan terkumpul di bagian bawah. Ia dapat dipanen setelah dua bulan. Lindi tersebut dimatangkan menjadi pupuk cair atau POC dengan dijemur di bawah terik matahari sampai berubah warna menjadi hitam dan beraroma seperti tapai.
"Warna hitam pada POC menandakan kematangan dan siap untuk digunakan. Setelah jadi, POC diencerkan dengan perbandingan 50 ml POC ditambah 1 liter air. Lalu aplikasikan pada tanaman," pungkas mantan Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan Way Tuba ini.
Agung juga menjelaskan bahwa selain menjadi pupuk, sampah dapat dipilah dan dikumpulkan berdasarkan jenisnya agar mempermudah proses selanjutnya. "Sampah yang tidak dapat lagi diolah bisa diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Sedangkan yang bisa diolah dan memiliki nilai jual dapat dijadikan kreativitas atau dijual ke tukang rongsok," ujarnya kepada NU Online, Jumat (23/7).
Hasil penjualan barang rongsokan dapat menambah pendapatan keluarga, atau juga bisa disedekahkan untuk kegiatan sosial melalui program sedekah sampah sebagaimana dilakukan beberapa komunitas dan organisasi.
Agung pun mengajak masyarakat untuk mengelola sampah dengan baik dengan tidak hanya menjadi barang yang tak berguna, atau dibuang begitu saja. Jika dikelola dengan bijak, maka akan menjadi nilai tambah dan sudah barang tentu mengurangi pencemaran lingkungan.
Kontributor: Disisi Saidi Fatah
Editor: Muhammad Faizin