Jember, NU Online
Virus Corona yang terus menghunjam Indonesia , tak membuat Aswaja NU Center Jember, Jawa Timur lesu darah. Lembaga yang diketuai oleh KH Badrut Tamam itu memulai aktivitasnya berupa kajian Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) di Pondok Pesantren Darul Hidayah Desa Gambirono, Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember , Jawa Timur, Rabu, (8/7).
Menurut Lora Badrut, sapaan akrabnya, Aswaja NU Center tidak boleh terlalu lama absen dari kegiatan. Sebab, kajian keislaman sangat dibutuhkan untuk membentengi masyarakat dari pengaruh gerakan radikal yng mulai marak di Jember. Bukan sekadar berisi pengajian kitab, tapi kajian keislaman yang digelar Aswaja NU Center Jember, juga membuka tanya jawab persoalan aktual yang terjadi di masyarakat.
“Yang juga penting di acara itu adalah kami menerima informasi dari masyarakat seputar dinamika keagamaan,” ucapnya di kediamannya kompleks Pesantren Nurul Qarnain, Desa Baletbaru, Kecamatan Sukowono, Jember, Selasa (14/7).
Lora Badrut menambahkan, saat ini cukup banyak ‘gangguan’ terhadap warga NU. Misalnya, kelompok sebelah terus berusaha mementahkan amalan NU dengan berbagai cara. Tidak hanya dengan retorika keagamaan, tapi juga berusaha mengelabui Nahdliyin dengan memberi nama gedung dan masjid dengan nama ulama yang menjadi panutan NU.
“Pertama, soal amalan. Kalau bagi kita yang sedikit paham agama, tidak masalah. Tapi bagi orang awam, lama-lama bisa terpengaruh juga kalau kita tidak memberikan pencerahan. Begitu juga soal nama masjid dan nama perumahan yang diberi nama tokoh-tokoh Aswaja, itu perlu dikasih penjelasan” terangnya.
Sementara itu, Sekretaris Aswaja NU Center Jember, Muhammad Kholili mengatakan, selain menggelar kajian Aswaja, pihaknya juga sudah dan akan terus melakukan syiar Islam ala Ahlussunnah wal Jama'ah di media sosial (medsos). Menurutnya, gerakan radikal cukup rajin dan piawai memanfaatkan medsos sebagai media mengembangkan dakwah mereka.
“Yang perlu dicatat, bukan kami tidak setuju dakwah Islam. Tapi dakwah yang selalu mengedepankan kekerasan, merasa paling benar sendiri, bahkan mengkafirkan orang yang tidak sepaham dengan mereka, itulah yang wajib kita lawan,” urainya.
Kholili menambahkan, jika Islam yang ditonjolkan adalah wajah Islam yang keras, tidak ramah, intoleran, dan sebagainya, maka jelas akanmenimbulkan gesekan antar umat Islam, maupun dengan umat non Muslim. Ia mengakui bahwa Islam mempunyai prinsip yang harus dijaga, tapi bukan berarti boleh merasa paling benar sendiri dan orang lain salah. Begitu juga umat Islam wajib menjaga aqidah tapi bukan berarti menafikan toleransi terhadap umat lain agama.
“Hal-hal seperti itu yang perlu kita berikan pencerahan. Kesan Islam yang tak ramah perlu diluruskan. Kita buat narasi, tulisan, video di medsos agar jangkauannya lebih luas,” pungkasnya.
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi