Gali Mutiara Terpendam, Siswa SMK Peradaban Desa Pelajari Aksara Kawi
Ahad, 13 November 2022 | 18:00 WIB
Jakarta, NU Online
Seperti menggali mutiara yang terpendam, siswa-siswi SMK Peradaban Desa, Pajangan, Pesantren Kreatif Baitul Kilmah, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mempelajari teks kuno Aksara Kawi atau yang sering disebut Jawa kuno.
Siswa-siswi kelas 10 itu belajar membaca dan menulis teks aksara Kawi yang menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah tersebut. Tujuannya untuk menggali kembali khazanah keilmuan dan peradaban pada abad 8 hingga 16.
Salah seorang siswa SMK Peradaban Desa, Ayyas Davi Shafiyarrahman Asy-Syarif mengatakan bahwa mempelajari aksara kawi sangat butuh ketekunan. Menurut dia, mempelajari Aksara Kawi sama halnya dengan melestarikan khazanah keilmuan dan kearifan lokal yang dibawa oleh nenek moyang ratusan tahun yang lalu.
“Dengan mempelajari aksara kawi kita bisa tahu tentang apa yang tidak kita tahu pada saat ini. Itu salah satu usaha menjaga tradisi, menjaga kearifan lokal,” kata Ayyas kepada NU Online, Sabtu (12/11/2022).
Remaja asal Magelang itu menuturkan bahwa belajar membaca dan menulis aksara Kawi merupakan bentuk rasa syukur dan bentuk menghargai warisan leluhur.
Selain itu, lanjut dia, mempelajari teks-teks kuno memberikan referensi yang sangat mendalam. Sebab, banyak hikayat dan falsafah hidup yang terkandung di dalamnya. “Banyak ilmu yang didapat setelah mempelajari Aksara Kawi,” imbuh Ayyas.
Namun, lanjut dia, untuk belajar Aksara Kawi membutuhkan ketekunan dan ketelitian. Sebab, di dalamnya meliputi 33 huruf konsonan dan 16 huruf vokal. “Untuk belajar Aksara Kawi membutuh ketekunan dan ketelitian dalam mempelajarinya,” paparnya.
Perbedaan Aksara Jawa baru dan kuno
Dikutip dari buku Tata Bahasa Jawa Kuno yang ditulis oleh Miswanto, dijelaskan bahwa aksara Jawa ada yang berupa aksara Jawa baru, ada yang berupa aksara Jawa kuno.
“Aksara Jawa baru adalah aksara yang dikenal luas di kalangan masyarakat Jawa. Sedangkan aksara Jawa kuno adalah aksara yang bisa ditemukan dalam prasasti-prasasti dan kesusastraan Jawa kuno,” tulisnya.
Miswanto juga menjelaskan bahwa karena banyak digunakan dalam penulisan kesusastraan, maka aksara Jawa kuno disebut juga sebagai aksara kawi.
Baca Juga
Kelestarian Arab Pegon Memprihatinkan
Kata ‘Kawi’ berasal dari bahasa Sansekerta `kavi (-N)' yang artinya `penyair' (Monier-Williams, 1899: 264). Artinya, sesungguhnya aksara Kawi adalah aksara yang dibuat atau digunakan oleh para penyair (rakawi).
“Aksara Jawa kuno atau Kawi diyakini sebagai pendahulu bagi aksara-aksara Nusantara yang lebih modern, seperti aksara Jawa dan aksara Bali,” tandasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori