Gus Dur Marah Gara-gara Korban Lapindo Dihalangi Menemui Dirinya
Kamis, 31 Desember 2020 | 05:00 WIB
Lora Sholeh Ahmad (kedua dari kanan) saat menjadi narasumber dalam Hal ke-11 Gus Dur yang digelar oleh BEM dan HMP Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Jember (UIJ). (Foto: NU Online/Aryudi A Razaq)
Jember, NU Online
Pembelaan KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) terhadap rakyat jelata, orang-orang tertindas, dan sebagainya menjadi topik yang tak pernah basi. Itu karena Gus Dur memang sungguh-sungguh berjuang dan membela kepentingan mereka. Dan Gus Dur selalu membuka diri bagi siapapun untuk menjadi pelayan sekaligus tempat mengadu dalam berbagai persoalan yang mereka hadapi.
“Gus Dur selalu terbuka bagi siapapun yang ingin bertemu. Dan kepentingan tamu juga beragam, mulai dari soal pekerjaan, jodoh, keluhan, bahkan soal keperluan uang,” ujar salah seorang santri Gus Dur, Lora Sholeh Ahmad, saat menjadi narasumber dalam Hal ke-11 Gus Dur yang digelar oleh BEM dan HMP Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Jember (UIJ) di aula UIJ, Jawa Timur, Rabu (30/12).
Menurut Ra Sholeh, sapaan akrabnya, Gus Dur bahkan tidak segan-segan memarahi siapa saja yang dianggap menghalangi tamunya untuk bertemu dirinya. Ia menceritakan, ketika ramai-ramainya kasus Lapindo, ada seorang warga Sidoarjo ingin memberikan testimoni kepada Gus Dur. Saat itu Gus Dur lagi ngantor di gedung PBNU, Jalan Kramat Raya Nomor 164, Jakarta.
“Saat itu kebetulan saya yang mendampingi Gus Dur ke PBNU,” jelasnya.
Mungkin karena ingin memberikan testimoni, lanjut Ra Sholeh, sehingga orang tersebut sengaja kaki dan sebagian badannya dilumuri lumpur. Namun hal itu bagi Ra Sholeh kurang tepat, karena yang akan disowani adalah Gus Dur. Saat langkah kaki orang itu sampai di depan pintu ruangan Gus Dur, Ra Sholeh mencegat dia seraya bertanya keperluannya untuk menemui Gus Dur. Setelah dijelaskan, Ra Sholeh pun menyampaikan perihal tamu tersebut kepada Gus Dur.
“Oleh Gus Dur langsung disuruh masuk,” terang Ra Sholeh.
Namun Ra Sholeh tidak segera melaksanakan perintah Gus Dur, karena orang tersebut tampak belepotan lumpur, kotor. Kurang layak masuk ke ruangan Gus Dur yang bersih. Ia sempat berpikir untuk menyuruh si tamu membersihkan lumpurnya di kamar kecil di gedung PBNU.
Beberapa kali Gus Dur menyuruh masuk orang itu, namun Ra Sholeh diam, tidak mempersilakan sang tamu masuk. Tiba-tiba Gus Dur terlihat marah, karena si tamu tidak segera dipersilahkan masuk.
“Gus sampean tahu apa, mentang-mentang (dia) tidak cuci kaki, tidak disuruh masuk. Kalau peyan tidur enak, makan kapan saja, tapi peyan tidak pernah memikirkan ini bagaimana, itu (si tamu) titipan Allah,” kata Ra Shleh menirukan teriakan Gus Dur.
Ra Sholeh terperanjat, dan seketika ia langsung menyuruh si tamu masuk ruangan Gus Dur.
Keponakan KH Khatib Umar, pengasuh Pondok Pesantren Sumberbringin, Sukowono, Kabupaten Jember itu mengaku tidak heran dengan mukasyafah-nya Gus Dur yang tahu bahwa korban si tamu itu tidak pakai sandal dan kotor. Itu sudah biasa. Tapi kemarahan itu baginya adalah sesuatu yang luar biasa, karena perhatiannya yang begitu besar kepada korban Lapindo.
“Terus terang selama 4 tahun saya mondok di Ciganjur (nyantri ke Gus Dur), saya baru sekali dimarahi. Itu berarti saking betapa besarnya perhatian Gus Dur kepada rakyat yang menderita, termasuk kepada korban Lapindo,” pungkasnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Tarbiyah UII, Jasuli menegaskan bahwa Gus Dur adalah guru bangsa yang begitu istimewa. Gus Dur adalah sosok yang berjiwa lapang, dan apapun yang dilakukan tanpa beban.
“Itu karena salah satunya, Gus Dur lepas dari dendam,” katanya.
Pewarta: Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin