Pengasuh Pesantren An-Nawawi, Berjan, Purworejo, Jawa Tengah, KH Achmad Chalwani saat reuni akbar alumni pesantren tersebut, Sabtu (31/12/2022) malam. (Foto: Tangkapan layar)
Purworejo, NU Online
Pengasuh Pesantren An-Nawawi, Berjan, Purworejo, Jawa Tengah, KH Achmad Chalwani memberikan ijazah atau doa saat akan pergi bertani. Hal itu disampaikannya saat reuni akbar alumni pesantren tersebut, Sabtu (31/12/2022) malam.
Ijazah doa tersebut diberikannya karena Kiai Chalwani melihat banyak alumni berprofesi sebagai petani. Doa bertani itu kata Kiai Chalwani perlu dibaca ketika hendak pergi ke sawah, kebun atau pekarangan.
"Bismillahi, masyaallah, laa quwwata illa billah," ungkapnya, ditirukan hadirin.
Dalam kesempatan ini, wakil Rais NU Jawa Tengah itu juga mengingatkan pentinganya bekerja disertai doa. "Yang penting, saya minta, kamu di rumah secala lahir bekerja, secara batin berdoa," pintanya.
Ia menjelaskan, Allah swt berfirman dalam hadits qudsi, harrik yadaka unzil 'alaikar rizqa (gerakkan tanganmu untuk bekerja, Aku turunkan rejeki untukmu). Adapun Man lam yad'uni aghdlabu 'alaihi (yang tidak pernah berdoa, Aku marah kepadanya).
"Maka, jangan berhenti berdoa," pesannya.
Ikuti NU
Sebelumnya Kiai Chalwani berpesan kepada santri dan alumni pesantren untuk tetap rajin mengaji dan merapat kepada Nahdlatul Ulama. "Tolong merapat dengan kiai-kiai terdekat, silakan, asal kiai-kiai NU, Ahlussunnah wal Jamaah. Yang kira-kira bukan Ahlussunnah wal Jamaah, (kita) tidak usah merapat. Tolong, kita merapat ke Nahdlatul Ulama," katanya.
Lebih lanjut, mursyid Tareqat Qadiriyyah/Naqsyabandiyyah itu menjelaskan tentang klasifikasi pesantren menurut KH Chudlori Ihsan, Tegalrejo, Magelang.
"Hati-hati, pesantren itu ada dua, ada pesantren besi, ada pesantren plastik. Mbah Chudlori yang berkata, tahun 1972," ungkap Kiai Chalwani.
Dijelaskannya maksud ungkapan tersebut, bahwa pesantren besi adalah pesantren yang asli yang berfaham Ahlussunnah wal Jamaah. Di pesantren itu, diajarkan kitab-kitab yang muktabar. Sedangkan pesantren plastik, lanjutnya, papan namanya pondok pesantren, tetapi di dalamnya tak mengajarkan ajaran pesantren.
"Ibarat HP, itu cuma casing-nya saja, tetapi software-nya tidak memenuhi syarat," katanya memberi analogi.
Kiai kelahiran 19 Desember 1954 itu juga meminta agar berhati-hati ketika hendak mengirim anak ke pesantren, dengan bertanya terlebih dahulu kepada pengurus NU. Tak asal pesantrennya mewah, lalu sang anak dikirim.
"Nanti sampai rumah melarang tahlilan, melarang ziarah, melarang tarekat," katanya, mengingatkan.
1200 alumni berkumpul
Ketua panitia acara Tamyus Rochman dalam sambutannya melaporkan, dari data alumni yang hadir sebanyak 1200 orang. Ia berharap, reuni ke depan dihadiri lebih banyak lagi. "Kami melihat kebahagiaan dan kedamaian hadir di malam ini," ucapnya.
Pria yang berprofesi pengacara itu juga ingin agar ada jalinan kerja sama saling menguatkan di antara sesama alumni. "Ke depan kita berharap, jalinan alumni yang terhimpun di keluarga Himawan ini semakin rekat, semakin maju dan saling membantu seperti layaknya keluarga pada umumnya," imbuh Tamyus.
Sedangkan Ketua Pusat Himpunan Alumni dan Wali Santri Pondok Pesantren An-Nawawi (Himawan), Mujasim, mengajak para alumni untuk bersyukur karena memiliki seorang guru yang sangat menyayangi dan peduli. Untuk itu, ia mengajak untuk meraih ridla guru secara sempurna dan berusaha khidmah sebaik-baiknya.
"Kita buktikan, guru kita telah mencintai kita dengan tanpa pamrih, maka sebaliknya, kita juga berusaha bagaimana kita mencintai guru kita, menyayangi guru kita dengan setulus hati dan sepenuh jiwa," ungkapnya.
Reuni Akbar Himawan ini digelar sejak Sabtu pagi sampai malam. Acara diawali dengan sarasehan kebangsaan, pagelaran musik, bazar murah dan pameran produk alumni dari berbagai daerah. Lalu dilanjutkan mujahadah serta dipungkasi acara inti pada malamnya, yaitu pengarahan dari pengasuh pesantren, KH Achmad Chalwani Nawawi. Reuni ini juga disiarkan secara live streaming di akun Youtube Himawan Pusat.
Kontributor: Ahmad Naufa
Editor: Kendi Setiawan