Imam Syafii, Kader Ansor Kencong Jember Buka Kolam Pemancingan Gurami
Rabu, 30 September 2020 | 16:15 WIB
Imam Syafii, kader GP Ansor yang semangat berorganisasi tanpa meninggalkan hobinya berwirausaha. (Foto: Istimewa)
Jember, NU Online
Imam Syafi’i namanya. Sosok yang satu ini dinilai kawan-kawannya cukup semangat dalam ber-Ansor. Ia menapaki Ansor dimulai dari tingkatan paling bawah, yaitu sebagai Ketua Ranting Ansor Kedunglangkap, Kecamatan Kencong hingga akhirnya menjadi Wakil Bendahara Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda Ansor Kencong, Jember, Jawa Timur.
Ia juga sosok yang ulet dalam menjalankan usaha sebagai peternak ikan gurami. Bahkan jauh sebelum bergabung dengan Ansor, Imam sudah lama menekuni usaha tersebut. Kendati sempat ditinggal ke Bali—untuk bekerja—dalam waktu yang cukup lama, namun usaha peternakan guraminya di rumah jalan terus. Setelah Imam pulang dari Bali (2014) usaha peternakan guraminya semakin maju, dan eksis hingga saat ini.
Menurut Imam, antara menjalankan usaha dan bergiat di Ansor adalah sama-sama sebuah tuntutan. Katanya, Ansor adalah badan otonom NU yang menjadi salah satu pilar kekuatan NU dalam menjalankan misinya. Bergabung di Ansor sesungguhnya sama dengan mengabdi kepada NU. Mengabdi kepada NU intinya adalah mengabdi untuk kepentingan umat.
"Saya bangga menjadi anggota Ansor, karena Ansor adalah bagian dari NU," jelasnya.
Meskipun 'khusyuk' di Ansor namun Imam tidak mengabaikan kewajibannya dalam memenuhi hajat hidupnya. Iapun membuka usaha peternakan ikan gurami. Masyarakat di desanya, biasa beternak sapi. Namun bagi Imam, beternak sapi tidak begitu gampang, terutama dalam memenuhi kebutuhan pakannya, apalagi saat musim kemarau. Rumput yang menjadi menu makanam utama sapi, pada kerontang saat musim kemarau tiba. Selain itu, perputaran uangnya sangat lambat dalam bisnis peternakan sapi, kecuali beternak dalam skala besar.
"Akhirnya saya memilih usaha peternakan gurami, kalau tidak keliru dimulai pada pertengahan 1993," ungkapnya.
Durasi panen gurami sejak bibit hingga laik panen adalah satu tahun dua bulan. Cukup lama juga perputaran uangnya. Untuk menyiasati itu, maka masa memulai 'penceburan' bibit di kolam dilakukan dengan interval waktu beberapa bulan, misalnya pertiga bulan sekali, sehingga panennya setiap tiga bulan.
"Tapi kolamnya harus lebih dari satu. Nanti kolam yang satu panen (setelah satu tahun dua bulan), tiga bulan berikutnya panen lagi di kolam yang lain, begitu seterusnya," jelasnya.
Namun, seperti usaha yang lain, usaha gurami juga tidak selalu untung. Harganya kadang fluktuatif, bahkan dalam beberapa bulan terakhir ini harga gurami anjlok, beriksar Rp24.000 per kilogram. Sementara harga yang untung adalah di atas Rp30.000 per kilogram. Tapi Imam tak kekurangan akal. Saat gurami panen, tidak dijual semuanya, namun sebagian ditaruh di kolam pancing, yang tentu saja siapapun harus bayar jika mau mancing di kolam tersebut.
"Alhamdulillah, masih bisa untung. Yang mancing banyak karena ikannya gurami," terangnya.
Dengan usahanya itu, Imam cukup bisa memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Bergiat di Ansor pun, tak terganggu, bisa fokus untuk membesarkan Ansor dengan segala kegiatannya.
Pewarta: Aryudi A Razaq
Editor: Kendi Setiawan