Kepada Santri, Kiai Chalwani Tegaskan Ngajar di Kampung Lebih Sulit daripada di Pesantren
Rabu, 21 Juni 2023 | 13:00 WIB
Purworejo, NU Online
Wakil Rais Nahdlatul Ulama Jawa Tengah KH Achmad Chalwani Nawawi berpesan kepada para santri yang hendak pulang ke kampung halaman. Pesannya, agar menerima orang yang hendak belajar ngaji meski hanya satu orang. Ia harus tetap diajari mengaji.
"Karena mengajar di desa itu, pahalanya lebih besar daripada mengajar di pondok (pesantren)," ungkapnya, dalam Khataman Akhirus Sanah ke-44 Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo Tahun 2023 M/ 1444 H, Selasa (20/6/2023) malam.
Menurutnya, mengajar di desa itu lebih sulit. Karena pengetahuan orang-orang yang ada di desa masih sangat dasar. "(Kalau) di pondok (pesantren) sudah ada dasarnya," imbuh kiai alumnus Pesantren Krapyak, Yogyakarta dan Lirboyo, Kediri, itu.
"Mengajar di kampung-kampung itu pahalanya lebih besar daripada mengajar di pondok-pondok pesantren," katanya, kembali menegaskan.
Di depan ribuan santrinya, kiai kelahiran 19 Desember 1954 itu mengingatkan, jangan sampai hanya karena yang ingin mengaji satu orang, lalu enggan mengajarinya.
Selaras dengan itu, KH Reza Ahmad Zahid yang menjadi pembicara di malam itu juga mengisahkan sosok Imam Ibnu Malik, pengarang Kitab Alfiyah, yang dikaji di hampir seluruh pesantren di Indonesia.
"Muhammad Ibnu Malik itu adalah seorang ulama (yang) ketika masa hidupnya, followers-nya itu sedikit, alias santrinya itu sedikit," ungkap Gus Reza, sapaan akrabnya.
Ulama asal Spanyol itu dikisahkan pernah duduk di depan rumah, menunggu kalau ada santri yang datang. Tetapi tak ada juga yang datang. Tak hanya itu, Muhammad Ibnu Malik bahkan sampai mengumumkan di pasar: adakah yang mau belajar kepadanya.
Baca Juga
Santri yang Menguji Kewalian Gus Dur
"Mungkin kalau sekarang itu bikin konten di IG atau di Youtube: menerima pendaftaran santri baru; Pondok Pesantren Ibnu Malik," kata Gus Reza, mengkontekstualisasikan.
Meski sudah membuat pengumuman, tapi tak jua kunjung datang santri yang mendaftar. Sampai-sampai, tetangganya merasa kasihan kepadanya. Ibnu Malik, menjawab hal itu, tidak masalah karena merasa sudah terbebas dari menyembunyikan ilmu.
"Dengan demikian, aku sudah lepas dari tanggung jawab. Tanggung jawab apa? Untuk mensyiarkan ilmu. Aku sudah lepas dari dosa. Dosa apa? Dosa menyembunyikan ilmu," terang alumnus Universitas al-Ahgaff, Yaman, itu, mengisahkan.
Muhammad Ibnu Malik, sambung Gus Reza, walaupun tanpa followers dan subscribers yang banyak pada waktu itu, tetapi beliau punya santri yang luar biasa, yaitu Muhammad bin Syaraf An-Nawawi. Walaupun sedikit followers-nya, tetapi manfaatnya sangat besar.
"Muhammad Ibnu Malik bukanlah kiai yang pada waktu itu punya followers banyak, walaupun toh sekarang siapa yang tak kenal dengan Muhammad Ibnu Malik," kata Gus Reza.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengingatkan kepada para santri agar tidak takut dikenal masyarakat, serta tidak minder ketika dibutuhkan oleh masyarakat. "Tidak ada kata mundur bagi para santri. Tetap maju terus, semangat, karena kalian sudah memiliki semuanya yang kalian butuhkan ketika berkhidmah di tengah-tengah masyarakat," imbau Gus Reza, memberi semangat.
Pewarta: Ahmad Naufa
Editor: Syamsul Arifin