KH Achmad Siddiq, Sosok Pencerah Terwujudnya Asas Tunggal Pancasila
Ahad, 27 Juni 2021 | 07:30 WIB
Para narasumber Tadarus Pancasila: Napak Tilas Pemikiran KH Achmad Siddiq di aula gedung RRI Jember, Sabtu (26/6) malam. (Foto: NU Online/Aryudi A Razaq)
Jember, NU Online
Tidak bisa dipungkiri bahwa kontribusi KH Achmad Siddiq dalam mengarahkan bangsa Indonesia hingga menjadi bangsa yang moderat dan menjunjung tinggi toleransi, cukup besar. Hal itu bermula saat Kiai Achmad, sapaan akrabnya, menjadi ‘juru damai’ dalam ketegangan di internal umat Islam akibat kebijakan memberlakukan asas tunggal, Pancasila.
Saat itu, asas tunggal yang dilempar pemerintah menjadi bola liar yang menyodok kesana-kemari. Pertentangan antara yang pro dan kontra dalam menyikapi asas tunggal, cukup tajam. Beruntung, Indonesia mempunyai NU dan KH Achmad Siddiq. Munas NU dan Muktamar NU di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Situbondo, menjadi momentum pencerahan bagi bangsa Indonesia terkait asas tunggal, Pancasila.
Dalam dua ajang nasional NU itu, KH Achmad Siddiq menyatakan dengan gamblang dan argumentasi yang logis bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan agama (Islam).
“Beliau adalah tokoh nasional dari kalangan NU, yang mampu melerai ketegangan hubungan antara agama dan Pancasila pada masa 1980-an, tepatnya pada Munas 1983 dan Muktamar NU 1984 di Situbondo,” ujar guru besar UIN KHAS Jember, Prof Abdul Halim Soebahar saat menjadi narasumber dalam Tadarus Pancasila: Napak Tilas Pemikiran KH Achmad Siddiq di aula Gedung RRI Jember Jawa Timur, Sabtu (26/6) malam.
Menurutnya, ketegangan di kalangan umat Islam dalam menyikapi Pancasila saat itu, begitu tinggi. Sebagian beranggapan bahwa jika menerima Pancasila sebagai asas tunggal berarti mendepak atau melemparkan iman, bahkan ada penilaian yang lebih ekstrem, yaitu kafir. Sedangkan kalau menerima kedua-duanya berarti musyrik.
“Hal itu ditegaskan oleh Kiai Achmad Siddiq sebagai cara berpikir yang keliru. Sebab Islam dan Pancasila memang tidak bertentangan, dan tak perlu dipertentangkan,” urainya.
Oleh karena itu, Prof Halim mengingatkan agar bangsa Indonesia, khususnya warga Jember untuk selalu mengaktualisasikan gagasan-gagasan Kiai Achmad, lebih-lebih saat ini adalah bulan Pancasila. Yang juga penting, katanya, adalah memperkenalkan sosok Kiai Achmad kepada generasi muda agar mereka tidak kehilangan jejak pemikiran Sang Kiai.
“Kami berharap Lesbumi bisa memelopori itu. Jangan lupa juga, mari kita viralkan di media sosial tentang tokoh-tokoh nasional dari Jember,” pungkas tokoh yang pernah nyantri 10 tahun kepada Kiai Achmad di pesantren yang diasuhnya itu.
Sementara itu, narasumber yang lain, Akhmad Taufiq menyatakan bahwa peran dan perjuangan KH Achmad begitu heroik pada tahun 1983 dan 1984. Beliau berani tampil dalam kancah nasional membawa satu panji berkenaan dengan asas tunggal, Pancasila. Momentum tersebut sangat luar biasa karena terjadi krisis hubungan antar kelompok umat Islam, bahkan dengan negara.
Menurut Wakil Ketua PCNU Jember itu, apa yang dilakukan oleh KH Achmad Siddiq adalah suatu keberanian yang layak dibanggakan. Penerimaan asas tunggal Pancasila, tentu akan memberikan implikasi ideologis pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak hanya, pada masa-masa orde baru, tetapi juga implikasinya pada masa-masa sekarang.
“Dan itu sangat dibutuhkan oleh generasi-generasi saat ini bahwa Pancasila adalah satu konstruksi ideologis yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini,” urainya.
Taufiq juga mendesak pemerintah Kabupaten Jember dan pihak-pihak terkait untuk segera membereskan pengajuan gelar pahlawan untuk KH Achmad Siddiq sebagai bentuk penghargaan kepada jasa beliau.
“Saya dulu ikut terlibat dalam penyusunan naskah akademik proposal pengajuan beliau sebagai pahlawan nasional, dan sudah kelar sejak kepemimpinan bupati lama,” pungkasnya.
Acara tersebut digelar oleh Pengurus Cabang (PC) Lesbumi Jember dalam rangka memeriahkan bulan Pancasila, bekerja sama dengan Radio Republik Indonesia (RRI) Jember.
Pewarta: Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin