Kronologi Penolakan Warga Gersik Putih Sumenep terhadap Reklamasi Laut untuk Tambak Garam
Senin, 29 Mei 2023 | 06:00 WIB
Sejumlah warga melakukan aksi penolakan terhadap reklamasi kawasan laut yang akan dijadikan tambak garam di Gersik Putih, Gapura, Sumenep, Jawa Timur. (Foto: istimewa)
Sumenep, NU Online
Jagat maya dihebohkan dengan aksi warga NU Kampung Tapakerbau Dusun Gersik Putih Barat, Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur baru-baru ini. Ketua Gema Aksi Moh Amirul Mukminin menjelaskan kronologi penolakan warga terhadap reklamasi kawasan laut yang akan dijadikan tambak garam.
Diceritakan, pada Selasa (7/2/2023) sejumlah warga RT 001/RW 001 Kampung Tapakerbau mendengar wacana bahwa Kepala Desa Gresik Putih bersama investor akan melakukan alih fungsi kawasan menjadi tambak garam.
Kemudian pada Rabu (8/2/2023) Ketua RT 001/RW 001 membuat forum terbatas bersama pengurus setempat dan sejumlah tokoh pemuda melakukan kajian mengenai dampak aspek sosial-budaya, lingkungan, ekologis dan ekonomi jika terjadi reklamasi itu.
Hasil forum itu memutuskan bahwa reklamasi itu besar mudharatnya daripada manfaatnya. Karena akan merusak tatanan sosial-budaya masyarakat, lingkungan dan berdampak negatif pada perekonomian warga yang bergantung pada pantai yang kaya dengan biota laut.
"Pada Kamis (9/2/2023), pengurus RT 001/ RW 001 bersama sejumlah masyarakat menyatakan sikap penolakan reklamasi pantai dengan melakukan aksi damai, yakni membentangkan spanduk di kawasan pantai yang akan digarap," terangnya kepada NU Online, Ahad (21/05/2023).
Lebih lanjut, di acara kumpulan rutin RT/RW setempat, Sabtu (18/2/2023), pengurus bersama warga mengadakan musyawarah. Hasilnya bahwa warga menolak dan berharap kawasan tersebut tetap menjadi pantai untuk mata pencaharian warga serta meminta diadakan forum untuk bertemu dengan Kades guna menyoal reklamasi itu. Saat itu Kades menyepakati pada Ahad (19/2/2023).
Tak hanya itu, pada Ahad (19/2/2023) warga datang ke balai desa untuk menyampaikan aspirasi dan pernyataan sikap penolakan reklamasi. Hanya saja Kades dan perangkat lainnya tidak merespons. Aksi tersebut berimplikasi pada respons Ketua RT/RW setempat menyatakan tidak puas dan akan melakukan upaya-upaya yang sah dan legal untuk melakukan penolakan.
Amirul Mukminin mengutarakan, pada Selasa (21/2/2023) pengurus RT/RW bersama sejumlah pemuda dan masyarakat membentuk Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi (Gema Aksi) sebagai wadah gerakan agar lebih terorganisir dengan baik.
Pada Rabu (1/3/2023) Kades yang didampingi Kepala Dusun Gersik Putih Barat mengadakan sosialisasi di Masjid Zainal Abidin yang dihadiri warga setempat. Dalam sosialisasinya, pihak desa berkeinginan mereklamasi laut dengan dalih untuk kepentingan masyarakat. Namun saat itu, Kades tidak bisa menjawab persoalan yang ditanyakan warga berupa dokumen perizinan, analisa dampak sosial-budaya, lingkungan, ekologis dan ekonomis.
"Kades hanya meyakinkan sebatas lisan untuk diberikan kompensasi berupa lahan 8 ha untuk warga yang dikelola melalui yayasan dan 2 ha khusus warga Tapakerbau. Saat itu warga menolaknya karena tidak dilengkapi kajian yang jelas dan tidak dilengkapi bukti dokumen pendukung lainnya," tuturnya.
Setelah disepakati, Jumat (3/3/2023) pengurus Gema Aksi mengadakan rapat di Masjid Zainal Abidin untuk membahas agenda aksi ke depan. Disepakati melakukan aksi damai dengan tema 'Aksi Cari Seafood dan Pesta Rakyat.' Aksi damai pada Ahad (5/3/2023) yang diwartakan oleh sejumlah media itu menyampaikan pesan bahwa kawasan pantai bukanlah lahan tidur dan tidak bermanfaat serta sumber mata pencaharian warga yang kaya dengan biota laut.
Pada Selasa (14/3/2023), sambungnya, Kades beserta pihak terkait melakukan survei lokasi. Kemudian sejumlah perwakilan Gema Aksi menyampaikan protes secara langsung. Sedangkan Kades merasa memiliki dasar untuk melakukan reklamasi.
Menyikapi hal itu maka pada Kamis (16/3/2023) Gema Aksi melakukan audensi ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Komisi III. Hasilnya, DPRD merekomendasikan pihak terkait menghentikan reklamasi sampai ada pertemuan lebih lanjut.
"Rabu (5/4/2023) sejumlah warga melakukan protes terhadap pekerja reklamasi yang beraktivitas di kawasan pantai. Selanjutnya ke balai desa dan rumah Kades guna menyampaikan protes. Berhubung Kades dan aparat tidak berhasil ditemui, massa pulang kecewa," tuturnya.
Baca Juga
Ketika Gus Dur Makan Nasi Pakai Garam
Untuk menemukan jalan keluar, kata Amirul Mukminin, pengurus RT 001/RW 001 menghadiri undangan rapat Pra-Fasilitasi Permasalahan Rencana Pembangunan Tambak Garam pada Jumat (7/4/2023) yang diinisiasi oleh Camat Gapura yang dihadiri Kepolisian Sektor (Polsek), Komando Rayon Militer (Koramil), Kades yang didampingi kuasa hukum.
"Hasil rapat tersebut merekomendasikan agar Kades mengadakan musyawarah kembali bersama masyarakat, khususnya dengan warga yang menolak," ucapnya.
Tak sampai di situ, pada Ahad (9/4/2033) perwakilan warga menghadiri forum mediasi yang digagas oleh masyayikh NU Gapura di kediaman Kiai Fadhail. Hasil pertemuan merekomendasikan kedua belah pihak mengadakan forum mufakat. Karena warga tetap menolak, termasuk Ketua Pengurus Ranting NU setempat.
"Pada (12/4/2023), Kades melayangkan surat dengan nomor 471/95/435.320.108/2023 perihal pemberitahuan penggarapan lahan yang ditujukan pada Ketua RT/RW setempat. Inti dari isi surat itu adalah penggarapan akan dimulai pada Kamis (13/4/2023) hingga selesai," urainya.
Melihat sikap Kades itu maka pada Jumat (14/4/2023) warga melakukan aksi demonstrasi terhadap proyek reklamasi. Sebagian warga melakukan protes di tengah laut sambil menarik excavator agar kembali ke pelabuhan Kalianget. Pada Sabtu (15/4/2023) Gema Aksi menyerahkan surat kuasa kepada Marlaf Sucipto untuk melakukan pendampingan yuridis dalam upaya melakukan penolakan.
"Rabu (19/4/2023) perwakilan warga menghadiri mediasi lanjutan dengan masyayikh NU di kediaman Kiai Fadhail. Hasil dari pertemuan itu adalah pihak Kades dan warga yang menolak menjaga kondusivitas dan solidaritas. Bahkan direncanakan menghelat istighotsah pada Kamis (20/4/2023) di asra Gung Sulaiman," ucapnya.
Di bulan ini, kata Amirul Mukminin, 4 orang warga yang menolak reklamasi dipanggil ke Kepolisian Resor (Polres) untuk dilakukan klarifikasi pada Jumat (5/5/2023). Surat pemanggilan No K/332/V/2023/Satreakrim diberikan atas dugaan penyanderaan ponton dan excavator yang beroperasi di laut.
"Empat orang warga didampingi oleh perwakilan warga dan kuasa hukum mendatangi kantor Polres, Sabtu (8/5/2023) untuk memenuhi panggilan kepolisian, sekaligus upaya menghormati proses hukum," ungkapnya.
Puncak kekesalan warga adalah Gema Aksi bersama Aliamsi Rakyat Bergerak (ARB) beserta aktivis melakukan demonstrasi ke kantor BPN dan Bupati Sumenep guna menyampaikan aspirasi. Massa menuntut BPN untuk membatalkan SHM. Kepala BPN, Kresna menyampaikan secara terbuka akan mengadakan dengar pendapat dengan sejumlah pihak pada Senin (22/5/2023) dan turun lapangan melakukan survei pada Rabu (24/5/2023).
"Pada Jumat (19/5/2023) warga tetap melakukan aksi penolakan terhadap penggarapan lahan pantai dengan meminta excavator pergi karena melanggar peraturan dan merusak kawasan lindung sesuai Peraturan Daerah (Perda) RT/RW," tandasnya.
Kontributor: Firdausi
Editor: Kendi Setiawan