Lebih Maksimal Ajarkan Aspek Afektif, Ada Keberkahan di Pembelajaran Tatap Muka
Jumat, 16 Oktober 2020 | 01:00 WIB
Pringsewu, NU Online
Sistem pendidikan di era modern saat ini lebih banyak fokus pada proses pembelajaran dan penilaian yang bisa diukur dan diwujudkan dalam angka atau huruf. Pendidikan saat ini, khususnya di lembaga formal, kurang memperhatikan aspek yang sebenarnya sangat penting yakni keberkahan. Aspek ini, walaupun tidak bisa diwujudkan dalam wujud angka, namun sangat diperhatikan dalam pendidikan di pondok pesantren.
“Dalam dunia pesantren diyakini ada keberkahan saat belajar menghadap para kiai. Sementara di lembaga pendidikan formal, hal ini tidak begitu diperhatikan karena memang tidak bisa diukur dalam bentuk angka,” kata Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung, H Munawir, saat berdiskusi dengan NU Online terkait kelemahan pembelajaran daring, Kamis (15/10).
Menurut dia, perkembangan teknologi memang mampu membawa dampak positif bagi manusia. Manusia di era digital saat ini dimudahkan untuk melakukan berbagai macam aktivitas dan bisa mendapatkan berbagai macam informasi dengan cepat dan mudah tanpa batas ruang dan waktu. Dunia seolah berada dalam genggaman.
Apalagi di masa pandemi Covid-19 yang masih melanda saat ini, perkembangan teknologi khususnya internet mampu memberikan kemudahan di sektor pendidikan. Pembelajaran daring banyak diterapkan sebagai solusi menerapkan protokol kesehatan agar bisa terhindar dari penyebaran virus Corona.
“Tapi, teknologi bukan segalanya. Teknologi memiliki keterbatasan dalam cara guru mendidik peserta didik. Keteladanan, sikap, kedisiplinan sangat sulit diajarkan melalui pembelajaran online dibanding pembelajaran tatap muka. Padahal di situlah banyak keberkahan,” ungkapnya.
Terkait hal inilah yang menurutnya banyak tidak diperhatikan oleh berbagai pihak. Dalam pendidikan, masih banyak yang mementingkan nilai kognitif (kemampuan otak) dari pada nilai afektif (sikap). Padahal nilai afektif inilah yang akan menjadikan penentu keselamatan kehidupan manusia di dunia dan akhirat.
“Ketika generasi kita kehilangan pendidikan afektif maka berakibat pada rendahnya kualitas akhlak. Sehingga keberkahan dalam menuntut ilmu pun pelan-pelan akan hilang,” ungkapnya.
Dalam situasi seperti saat inilah, lanjut Kiai Munawir, pemegang kebijakan dituntut untuk lebih bijak dalam mempertimbangkan sistem pembelajaran di tengah pandemi. Jangan sampai nasib karakter dan akhlak generasi penerus dipertaruhkan dengan kondisi ini. Bagi yang di zona kuning, perlu kembali dipikirkan untuk memulai pembelajaran tatap muka sesuai protokol kesehatan.
Hal ini dilakukan agar para generasi muda tidak hanya mendapatkan ilmu namun juga mendapatkan pendidikan akhlak. Karena menurutnya posisi akhlak berada di atas ilmu dalam artian akhlak lebih penting dari ilmu.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori