Ledakkan Mercon di Tangan, PBM Jember ‘Ancam’ Begundal Bangsa Tak Sakiti Gus Dur
Kamis, 23 Juli 2020 | 07:00 WIB
Jember, NU Online
Jangan pernah meremehkan nyali NU. NU tidak mencari musuh tapi kalau pimpinan kami (Gus Dur) didzolimi, maka kami wajib membela meski nyawa taruhannya. Kalimat tersebut sering terlontar dari lisan para kiai yang mendampingi latihan Pasukan Berani Mati (PBM) di bawah komando H Fathorrozi saat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur akan digulingkan dari kursi Presiden RI, Juli 2001.
Menurut H Rozi, sapaan akrabnya, ungkapan tersebut bukan hanya gertak sambal, apalagi omong kosong. Nyali kader NU sudah teruji dan terbukti. Sejarah mencatat, NU tak pernah takut kapada siapa pun jika pimpinannya disakiti. Perjalanan panjang Indonesia tak sunyi dari ‘bukti’ keberanian NU dalam menghadapi begundal-begundal bangsa yang coba menyakiti pimpinan dan kiai NU.
“Banyaklah contohnya sejak Orde Lama hingga Orde Baru, misalnya saat menghadapi penjajah maupun PKI, kader NU pemberani,” katanya, Kamis (23/7).
Maka ketika Gus Dur digoyang dari kursi RI-1, kader-kader NU Jember bangkit, mengaum. Apalagi semua tahu bahwa Gus Dur tidak salah, hanya diopinikan dan dipaksakan bersalah dengan memanfaatkan kasus Buloggate dan Bruneigate. Itu semua hanya ulah para petualang politik karena kepentingan ekonomi dan politiknya merasa terusik dengan kahadiran Gus Dur di istana.
“Kami kami segera berembug dengan para kiai untuk membela Gus Dur. Dan dicapai kesepakatan untuk membentuk PBM. Pesertanya juga banyak, mencapai 1000 lebih,” jelasnya.
Selain PBM yang dikomandani oleh H Rozi, juga terbentuk PBM di bawah koordinator Saiful Bahri (Ketua PC Gerakan Pemuda Ansor Jember), dan PBM pimpinan KH Muzakki Abdul Aziz (Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Asyhariyah, Desa Curahlele, Kecamatan Balung, Jember). Total anggota dari ketiga PBM itu mencapai sekitar 3.500 orang.
PBM yang dipimpin H Rozi, latihannya tidak terpusat di satu tempat karena dibentuk koordinator daerah. Namun sebagian yang dekat dengan kota mengadakan latihan di sebuah gumuk di Desa Antirogo, Kecamatan Sumbersri, Jember.
Materi latihannya menitikberatkan pada penggemblengan fisik dan jiwa. Salah satunya adalah latihan ketahanan terhadap letusan granat. Saat itu latihannya menggunakan media petasan. Petasan yang sesungguhnya sangat berbahaya itu, namun oleh PBM diangap biasa. Bahkan pernah petasan seukuran betis orang dewasa, diletakkan di tangan anggota PBM. Dan begitu meledak, tak sedikit pun tangan dia cedera. Padahal ledakannya memekakkan telinga. Kejadian tersebut sempat diabadikan oleh wartawan, dan masuk headline di Jawa Pos keesokan harinya. Foto pria dengan petasan yang tengah meledak di tangan, terpampang besar di halaman 1 koran tersebut.
“Itu hanya peringatan saja bagi pihak-pihak yang mencoba mengganggu Gus Dur,” ungkap H Rozi.
Sementara itu, Hafit al-Izza yang saat itu menjadi Sekretaris Pagar Nusa Mayang, Jember, sekaligus koordinator lapangan di daerah Mayang menceritakan bahwa selain latihan rutin menggembleng fisik dan jiwa yang terpusat di lereng sebuah gumuk, pihaknya juga meminta ijazah kepada tokoh Pagar Nusa, KH Suharbilah, selain juga mendapat ijazah dari KH Khotib Umar.
“Segala upaya kita lakukan. Kami bulat akan membela Gus Dur apa pun risikonya,” terangnya.
Meskipun dilarang untuk berangkat ke Jakarta oleh Gus Dur, tapi karena cintanya begitu besar kepada sang idola, PBM Jember tetap berangkat menggunakan bus. Tapi patut disyukuri tidak terjadi apa-apa meski akhirnya Gus Dur juga lengser. Sebab Gus Dur sendiri tidak menginginkan ada darah mengalir setetes pun hanya demi mempertahankan kekuasaan. Meski demikian, Hafit dan anggota PBM yang lain tetap semangat untuk berdoa dan memberikan dukungan moral kepada Gus Dur saat MPR menggelar Sidang Istimewa untuk memberhentikannya tanggal 23 April 2001.
“Kami semua anggota PBM jalan kaki ke Monas dari Pondokgede, tempat kami berkumpul,” pungkasnya.
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi