Lembaga Pendidikan (LP) Maarif Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Malang, Jawa Timur, menggelar workshop kewirausahaan pada Seni (12/1). Kegiatan tersebut diikuti kepala SMK LP Maarif NU se-Kabupaten Malang.
Hadir sebagai narasumber, Alex Endy Budianto, dari Lembaga Pelatihan Bisnis SmarTrust Probist Malang.<>
Sekretaris Pengurus Cabang NU Kabupaten Malang, Abdul Mujib Syadzili, mengatakan bahwa selama ini ada kesan sekolah-sekolah SMK hanya melahirkan penggangguran-penggangguran terdidik. Karena itu, melalui workshop, lulusan SMK, khususnya SMK LP Maarif NU, tidak lagi terabaikan.
Lebih jauh dikatakan, bila SMK-SMK berhasil mengembangkan usaha kewirausahaan terhadap para lulusannya, tidak menutup kemungkinan pada akhirnya diusulkan untuk mendapatkan bantuan APBD, baik dari alokasi pendidikan maupun dari sektor ketenagakerjaan.
“Karena kalau kita mampu mengatasi pengangguran, saya yakin pemerintah akan sangat terbantu. Untuk kepentingan itu, pemerintah tentunya tidak akan keberatan bila harus mengucurkan anggarannya,” imbuhnya.
Ketua PC LP Maarif NU Kabupaten Malang, M. Ali Arifin, mengungkapkan, pelaksanaan workshop sekaligus untuk melakukan pendataan SMK di daerahnya yang berada di bawah naungan LP Maarif NU. Dan, dengan penyelenggarakan workshop kewirausahaan, diharapkan dari SMK-SMK dimaksud dapat terbangun koneksitas yang bersifat kewirausahaan dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan dan pengangguran.
Alex Endy Budianto menjelaskan, sebagian besar lembaga pendidikan hanya dapat menerbitkan tanda bukti kelulusan, tanpa memberi solusi bagaimana setelah mereka lulus. Lembaga pendidikan seharusnya memiliki keunggulan lebih yang menjadi pembeda dengan lembaga pendidikan lain.
Pada dasarnya, kata dia, Indonesia itu adalah negara kaya, namun rakyatnya banyak yang miskin dan menganggur. Keunggulan komparatif berupa kekayaan alam, ternyata tidak mampu menyejahterakan rakyatnya. Hal itu terjadi karena bangsa Indonesia lemah dalam hal keunggulan kompetitif, yakni kemampuan sumber daya manusia.
“Kita bisa melihat, bagaimana orang-orang Indonesia berebut menjadi pembantu di negeri orang. Bayangkan, berebut untuk menjadi pembantu, padahal negeri mereka adalah negara yang kaya,” imbuhnya. (rif)