Mahasiswa IAIN Kudus Donasikan Cairan Pembersih Tangan Karya Sendiri
Jumat, 3 April 2020 | 01:30 WIB
Penyerahan cairan pembersih tangan dari perwakilan IAIN Kudus kepada pengurus PMI Kudus. (Foto: Istimewa)
Delapan mahasiswa Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus berhasil menciptakan cairan pembersih tangan (hand sanitizer). Mereka didampingi dosen yang telah bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) kampus tersebut.
Ia mengisahkan, ia bersama ketujuh temannya berencana mencari bahan-bahan pembuatan cairan pembersih tangan dengan biaya bersama, kemudian menjualnya. Namun, dosen pembimbing mereka mengarahkan untuk donasi ke instansi terkait, misalnya ke PMI.
“Awalnya, saya bersama tujuh teman saya berencana membuat hand sanitizer dengan iuran. Lalu menjualnya. Namun, dosen kami melarang untuk menjual. Alhamdulillah, rupanya beliau telah menjalin kerja sama dengan LPPM kampus sehingga kami dibiayai. Setelah hand sanitizer jadi, kami donasikan ke PMI Kudus,” kata Wisnu kepada NU Online, Kamis (2/4).
Dengan bermodal 3 juta rupiah, lanjut dia, mereka berhasil membuat 50 botol cairan pembersih tangan dengan ukuran masing-masing 500 mili liter. Dari pengakuannya, hand sanitizer yang ia buat bersama teman-temannya dalam sehari tersebut menggunakan formula yang disarankan oleh WHO.
“Kami menggunakan bahan baku mengikuti formula WHO (Badan Kesehatan Dunia). Alkohol 95%, Gliserol 98 %, Hidrogen Peroksida (H2O2) sebanyak 3%, serta menambahkan pewangi dan aquades,” ungkap mahasiswa semester enam itu.
Wisnu menilai, kegiatan tersebut merupakan edukasi bagi mahasiswa Tadris IPA sendiri. Terlebih dalam situasi berdukanya negeri ini dalam menghadapi wabah virus Corona (Covid-19). Ia juga menegaskan siap membantu siapa saja dalam proses pembuatan cairan pembersih tangan jika dibutuhkan.
Dihubungi terpisah, Muhamad Imaduddin selaku dosen pembimbing pembuatan hand sanitizer menjelaskan alasannya mengarahkan para mahasiswa untuk berdonasi. Menurut dia, hal tersebut lebih bijak dengan kondisi yang ada. Kepekaan sosial yang ditekankannya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Bagi saya, dengan keadaan seperti ini tidak bijak jika ini dijadikan sebagai ladang bisnis. Kesannya memanfaatkan situasi. Oleh karena itu, kami minta mahasiswa untuk lebih peka dan sensitif melihat kebutuhan warga," ujarnya.
Awalnya, lanjut Imaduddin, sempat terkendala bahan cairan serta botol yang hendak digunakan. Rencana awal menggunakan botol pencet dan botol spray yang akan dibagikan di setiap masjid, musholla dan warga sekitar pun terkendala. Sehingga diputuskan menggunakan botol isi ulang untuk diberikan kepada PMI Kudus yang memiliki pemetaan lebih tepat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori