Kudus, NU Online
Masjid maupun mushola Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai peran penting untuk melestarikan paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dari gerusan ajaran lainnya. Salah satunya, pengurus masjid NU harus menumbuhkembangkan tradisi-tradisi keagamaan Aswaja di masjid.
"Disamping mengurusi warganya sendiri, masjid NU harus memperkuat tradisi Aswaja guna mencegah masuknya paham non Aswaja yang mengancam jamaah," kata pengurus Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Kabupaten Kudus H. Ahmad Syafi'i, Jumat (19/8).
Syafi'i mengatakan, ancaman paham lain akan hilang manakala masjid NU masih mensyiarkan berbagai kegiatan maupun tradisi Aswaja di lingkungan masjid. Ia menyebut tradisi-tradisi ajaraan Aswaja semacam nabuh bedug-kentongan sebelum adzan, membaca syi'ir puji-pujian setelah adzan, serta dzibaan-berjanzenan supaya tetap digerakkan dan dipertahankan.
"Kalau bisa maksimalkan syiarnya dengan pengeras suara, walaupun dibatasi waktunya demi toleransi warga sekitarnya," ujarnya.
Dalam penataan manajemen masjid, kata dia, perlu ada penyeragaman administrasi. Struktur kepengurusan wajib mencantumkan pengurus NU sebagai pelindung di bawah kepala Desa.
"Penyeragaman papan nama masjid NU juga sangat perlu untuk menangkal aliran yang tidak jelas jluntrung-nya," tegas Syafi'i yang juga ketua pengurus masjid Baitul Muttaqin Jatiwetan Kudus.
Syafi'i memohon para kiai NU bisa menyebarluaskan ilmunya termasuk naskah khutbahnya kepada jamaah. Sebab, ia menyadari sebagian khotib muda lebih senang mengcopy naskah khutbah dari internet.
"Yang kita khawatirkan, manakala mengambil teks khutbah berpaham non-Aswaja. Insyaallah kita akan gagas penerbitan buletin atau selebaran bagi jamaah masjid," katanya. (Qomarul Adib/Fathoni)