Andi Aprisal, petani milenial asal Bulukumba Sulawesi Selatan dan tanaman kelornya. (Foto: Ahmad Saeful)
Bulukumba, NU Online
Isu produktivitas ekonomi di tengah kemandirian petani juga menyentuh kalangan milenial, salah satunya Andi Aprisal. Ia berpandangan pangan adalah lumbung ekonomi serta penyangga negara, sehingga harus pulih meski masih didera pandemi.
Itulah yang membuatnya sejak beberapa bulan ini, bergegas setiap pagi pukul 07.00 WITA dengan pakaian sederhana, topi hitam, sepatu laras, dan peralatan tani yang diasah hingga tajam, menuju ladang kelor yang tengah dikelolanya. Semangat membaranya ditambah inisiatif untuk mengembangkan tanaman kelor itu.
Mulanya, Andi Aprisal ragu untuk memulai usaha tanaman kelor. Wajahnya lesu saat melihat kondisi lahannya. Tanah yang penuh bebatuan, pohon-pohon besar, semak belukar menjulang tinggi. Namun, setelah mempelajari peluang tanaman kelor, ia bersihkan ladangnya. Ia mengajak adik serta pamannya untuk mengolah lahan tersebut.
Mulai mengolah lahan itu, tetesan keringat berjatuhan membasahi badan, terik mentari membakar kulitnya. Bertani untuk pertama kali dalam hidup, cangkul dan parang pun tak terlalu cakap digunakan untuk membersihkan akar-akar pohon. Namun, dengan kegigihan, ia giat mengolah lahan itu selama empat hari. Mereka membersihkan seluruh batang-batang bekas pohon sebelumnya.
Pada tahap awal pengolahan lahan, mereka membuat bedengan selama tiga hari agar pertumbuhan biji tanaman kelor efektif. Hewan yang tergolong herbivora kerap memakan tanaman petani. Untuk mengantisipasi itu, dibuatlah pagar sederhana yang mengelilingi lahan.
Selama ini, daun kelor hanya dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat setempat, sehingga tidak terlalu banyak menghasilkan pundi-pundi rupiah. Sementara Andi sengaja menanam kelor untuk dipanen dalam jumlah besar. Di lahan pertamanya, yang terletak di Dusun Gusunge, Kelurahan Jalanjang, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Andi Aprisal menanam 1000 bibit. Adapun luas lahan yang ada adalah 10 are (1000 meter persegi).
Penjualan hasil panen tanaman tersebut, Ical mengatakan telah bekerja sama dengan Plaza Desa Indonesia, unit usaha yang dikembangkan para pemuda NU di Bulukumba. "Jadi target pasarnya sudah jelas. Kami bermitra dengan Plaza Desa Indonesia untuk pengembangan budi daya kelor dengan harga 1 kilogram daun kelor seharga 50 ribu," kata pria yang disapa Ical itu beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, program tersebut menjadi usaha produktif dibangun oleh kader muda NU dalam menyejahterakan para petani. Tanaman kelor sendiri, setelah pemanenan dapat dijadikan produk-produk dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, gizi, dan obat-obatan. "Karena itu tidak ada alasan bagi pemuda hari ini terutama kader muda NU untuk tidak terjun di dunia pertanian," imbuh Ical.
Ia menjelaskan, selain untuk kesejahteraan petani, usaha tersebut dapat membantu negara dalam mewujudkan kedaulatan pangan. "Dan bagi kami selaku anak muda NU bertani adalah bagian ibadah," tegasnya.
Kontributor: Ahmad Saeful
Editor: Kendi Setiawan